Selasa, 27 Januari 2009

TRANSFER PRICING

Transfer Pricing dan Pemegang Saham Minoritas[1]
Oleh: Darussalam, SE, Ak, MSi, LLM Int.Tax dan Danny Septriadi, SE, MSi, LLM Int.Tax - Danny Darussalam Tax Cent
er
Ternyata, praktik abuse of transfer pricing tidak saja merugikan otoritas pajak suatu negara, tetapi juga merugikan para pemegang saham minoritas. Mau tahu argumentasinya? Silahkan ikuti tulisan dibawah ini yang penulis sarikan dari kasus abuse of transfer pricing yang disidangkan di Pengadilan Tinggi (The High Court of Sindh) di Karachi.

Kasus

A Ltd adalah sebuah anak perusahaan (subsidiary) yang berdomisili di Pakistan dan bergerak dalam bidang farmasi. Pemegang saham mayoritas adalah B Inc. yang berdomisili di Amerika Serikat. Sedangkan pemegang saham lainnya, yaitu pemegang saham minoritas (minority shareholder’s), hanya memiliki kurang dari 0,5% dari jumlah saham A Ltd. Dalam laporan keuangannya, A Ltd menunjukkan kinerja keuangan yang jelek, sehingga menderita kerugian yang mengakibatkan modal pemegang saham menjadi berkurang. Atas dasar hal tersebut, pemegang saham minoritas komplain ke Pengadilan Tinggi di Karachi dengan alasan bahwa kondisi kinerja keuangan yang jelek tersebut disebabkan karena A Ltd melakukan praktik transfer pricing dengan membebankan biaya pembelian bahan baku obat yang dibeli dari B Inc. dengan harga yang tinggi (artificially high price). Pemegang saham minoritas tersebut berpendapat bahwa mark-up harga beli bahan baku obat yang sangat tinggi tersebut menyebabkan A Ltd menderita kerugian.


Pihak Pengadilan juga berpendapat sama dengan pemegang saham minoritas. Pengadilan mengutip Laporan Audit (auditor’s report) tahun 2003 yang menyatakan bahwa:
” ..... Laporan Keuangan A Ltd adalah merupakan konsekuensi langsung dari keputusan manajemen..., dan keputusan manajemen tersebut adalah untuk kepentingan pemegang saham mayoritas, yang merupakan pemasok utama bahan baku obat.”
Laporan Audit juga memberikan catatan bahwa 60% dari bahan baku obat yang dibeli oleh A Ltd adalah berasal dari B Inc. Laporan tersebut juga menyajikan perbandingan harga yang dibebankan oleh B Inc dan pemasok lainnya yang independen. Salah satu bahan baku obat yang dibeli dari B Inc adalah USD 30.000/Kg, sedangkan harga dari pihak lain yang independen adalah USD 500/Kg. Bahan baku lainnya yang dibeli dari B Inc. adalah USD 8.750/Kg, sedangkan harga dari pihak lain yang independen adalah USD 125/Kg.


Pengadilan berkesimpulan bahwa meskipun akuntan publik ”telah bekerja dengan baik dan menghasilkan pendapat yang fair, akan tetapi akuntan publik tidak mempertimbangkan dampak dari praktik transfer pricing yang dilakukan oleh B Inc. terhadap laporan keuangan A Ltd dan nilai saham dari pemegang saham minoritas. Oleh karena itu, pemegang saham minoritas sudah sewajarnya mendapatkan kompensasi atas tindakan yang telah dilakukan B Inc yang tidak fair. Atas dasar argumentasi tersebut, pengadilan memerintahkan kepada akuntan publik untuk menghitung ulang nilai saham A Ltd dengan asumsi tidak ada manipulasi harga.

Kesimpulan

Dari paparan kasus tersebut di atas, pelajaran penting yang dapat kita petik adalah bahwa:
1.Ternyata tidak hanya otoritas pajak suatu negara saja yang dirugikan atas
praktik abuse of transfer pricing, pemegang saham minoritas juga sangat dirugikan
dengan adanya praktik ini.
2.Akuntan publik dituntut kemampuannya untuk dapat mendeteksi adanya abuse of
transfer pricing dalam laporan keuangan perusahaan publik untuk melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas.

Rabu, 07 Januari 2009

Ciptakan Jejaring Sosial yang Lebih Kreatif

Kamis, 1 Januari 2009 - 10:36 wib.
WWW.OKEZONE.COM


Sebagai chief executive officer (CEO), Gina Bianchini, 36, optimistis Ning.com bisa bersaing dengan situs jejaring sosial lain.

Bianchini menyiapkan konsep baru demi mengangkat popularitas Ning. Pada awal Desember lalu Bianchini mulai memperbarui konsep situsnya, terutama bagi kalangan dewasa.

Sebelumnya, dalam jejaring tersebut, para anggota komunitas diperbolehkan memuat gambar-gambar yang berbau pornografi. Akibatnya, para pemasang iklan enggan memanfaatkan situs tersebut sebagai alat promosi.

"Para klien (pemasang iklan) kami bukan fans berat dari jejaring sosial untuk kalangan dewasa," ungkap Bianchini belum lama ini. Bianchini menuturkan, Ning hanya mempunyai partner kerja dengan Google. Perusahaan tersebut sejak awal telah bersikap tegas tidak akan memasang iklan di situs yang memuat pornografi.

Demi menghindari risiko lebih buruk, yakni dilarang Google, Bianchini akhirnya memutuskan untuk mengurangi porsi yang mengupas masalah-masalah orang dewasa. Bianchini mendirikan Ning pada Oktober 2004, bekerja sama dengan Marc Andreessen yang mempunyai latar belakang sebagai pengembang jaringan di internet. Bianchini menganggap situs jejaring sosial yang diciptakannya merupakan pengembangan situssitus yang telah ada. Bianchini memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pengunjung di Ning untuk menuangkan segala kreativitasnya.

Dia mencoba menerapkan konsep WYSIWYG (What You See Is What You Get). Dengan sistem ini, para pengunjung ataupun anggota komunitas Ning leluasa untuk mengubah tampilan. "Dasar filosofis kami adalah orang-orang mempunyai pandangan berbeda-beda mengenai dirinya sendiri," ujar Bianchini.

"Kami optimistis model ini (Ning) merupakan cerminan dari apa yang orang lakukan di dunia nyata dan di kehidupan sehari-hari," imbuhnya.

Tidak mudah bagi Bianchini maupun Mark menggodok konsep Ning hingga benarbenar matang dan siap disebarluaskan ke publik.Pada 2007, Bianchini baru meluncurkan platform Ning kepada para komunitas di dunia maya. Menurut Bianchini, Ning menawarkan fitur jejaring sosial terbaru yang semuanya dapat diatur sesuai keinginan pengunjung. "Jika Anda mempunyai waktu lebih, Anda dapat membangunnya (fitur-fitur) sesuai dengan keinginan," ujarnya.

Selama setahun, Ning telah berkembang menjadi salah satu pemain utama di jejaring sosial. Pencapaian ini didukung pengalamannya di dunia internet selama bertahun-tahun. Bagi Bianchini, Ning bukan perusahaan pertama kali yang ditanganinya. Pada 2000, Bianchini meluncurkan Harmonic Communications yang merupakan agen iklan di dunia maya. Dia menjadi presiden dan kemudian merangkap sebagai kepala pemasaran perusahaan tersebut.

Tiga tahun kemudian, dia menjual Harmonic Communications kepada agen iklan dari Jepang, Dentsu. Bianchini dibesarkan di Cupertino, California, Amerika Serikat (AS) pada era 1970-an ketika wilayah tersebut mengalami transisi dari pusat pertanian menjadi teknologi. Ketika menginjak usia sembilan tahun, Bianchini mulai memperlihatkan jiwa kewirausahaannya.

Saat itu, dia mulai memperoleh penghasilan sendiri dengan mengembangbiakkan kelinci dan menjualnya melalui beriklan di koran setempat. Ketika bersekolah di Kota Stanford, dia bekerja sampingan di harian The Stanford Daily sebagai pegawai di bidang periklanan. Setelah lulus dari Stanford, dia menuju ke San Fransisco dan menjadi pegawai di Goldman Sachs sebagai analis teknologi. Bianchini hanya mampu bertahan selama 18 bulan di perusahaan itu.