Rabu, 29 Oktober 2008

Prinsip Robert Kiyosaki - di Indonesia

Menguji Prinsip Investasi Kiyosaki di Indonesia

Oleh: IR. TONY EDDY, MBA, MSC

Beberapa waktu lalu Jakarta dihebohkan seminar Robert T. Kiyosaki yang intinya megajarkan kita menjadi kaya raya. Uang yang bekerja untuk kita, bukan sebaliknya. Begitu indahnya slogan tersebut hingga ribuan orang menghadiri seminar di Jakarta Convention Center itu. Banyak dari mereka yang berprofesi sebagai agen asuransi, agen properti, broker saham, bahkan juga terlihat tokoh pemasaran Hermawan Kartajaya.

Inti yang diajarkan adalah bagaimana mengelola cash flow. Apapun bisnis atau properti yang kita miliki, arus cash mftwharus lebih besar daripada cash outflow. Jadi kalau kita membeli properti, harus langsung menghasilkan income, agar setiap bulannya kita tidak perlu merogoh kocek untuk membayar KPR/KPA. Bahkan kalau mungkin masih ada kelebihan dari uang sewa.



BEBERAPA PRASYARAT

Ide tersebut berhasil dilakukan di negara-negara yang mempunyai beberapa kondisi pembiayaan dengan prasyarat-prasyarat di bawah ini.

Pertama, tersedianya KPR/KPA dengan bunga rendah dan stabil untuk jangka 25-30 tahun, serta hasil sewanya (rentalyield) lebih tinggi dari bunga kredit.

Di Amerika Serikat dan Kanada, bunga KPR/KPA 5-6 persen per tahun. Sementara rental yield-nya 10-12 persen per tahun. Selain itu, tenor atau jangka waktu pelunasan pinjaman sampai 30 tahun. Maka hasil sewa per bulannya cukup bahkan berlebih untuk membayar cicilan.

Di Indonesia, bunga KPR/KPA 12-15 persen per tahun, sementara rental yield-nya 6-10 persen. Selain itu, tenornya maksimum 15 tahun. Sehingga hampir mustahil pemilik akan mendapatkan positive cash flow dari investasi properti-nya, kecuali uang mukanya minimum 50 persen.

Kedua, bank enggan membiayai konsumen yang jujur mengatakan akan menyewakan propertinya. Karena risikonya dinilai tinggi. Padahal jika properti laku disewakan, tentu si pemilik akan berjuang mati-matian agar 'mesin uang' nya itu tidak disita bank.

Ketiga, sistem pajak properti kita berbeda dengan di AS atau Kanada. Di sana konsumen bisa menunda membayar pajak pembelian selama mungkin. Selain itu, jika propertinya dijual, hanya dikenakan pajak kenaikan harga atau capital gain fexsaja. Malahan bunga KPR/KPA yang dibayar bisa diperhitungkan sebagai biaya, sehingga capital gain tax menjadi lebih kecil.

Di Indonesia tidak bisa seperti itu. Setiap kali membeli properti, kita sudah pasti kena pajak BPHTB 5 persen, kemudian kalau kita jual juga kena 5 persen pajak SSP, tidak peduli kita untung atau rugi.

Keempat, sebagian besar bank di AS dan Kanada sudah terbiasa dengan refinancing. Jadi kalau harga properti naik cukup tinggi, demikian pula dengan harga sewanya, kita bisa minta bank untuk merefinancing KPR. Kita dapat menaikkan plafon kredit, sehingga selisih plafon kredit bisa dikantongi sebagai penghasilan tambahan yang bebas pajak. Di Indonesia, jarang sekali ada bank yang melakukannya.

Kelima, di AS dan Kanada banyak yang berhasil menjadi kaya dengan membeli apartemen atau rumah, karena sewanya cukup tinggi, yield-nya 10-12%. Misalnya, rumah seharga US$120,000 bisa disewakan US$1.000 per bulan. Di sana, sewa sebesar itu sangat wajar dan banyak yang mampu membayarnya. Pelayan McDonald dengan bayaran US$7 per jam pun mampu

Selasa, 28 Oktober 2008

Leadership - Rhenald Kasali

Yang kita bicarakan adalah soal kepemimpinan. Maklum, ada demikian banyak orang yang sudah merasa menjadi pemimpin kala sebuah tanda jabatan disematkan di dadanya, dan ia dilantik oleh pejabat di atasnya. Sementara itu sehari-hari, ia hanya memimpin dengan sebuah buku, yaitu buku peraturan. Ia hanya mau tanda tangan dan menyetujui kegiatan kalau “rule” nya ada di buku. Kata orang ia adalah orang yang jujur dan taat perintah. Praktis hampir tak pernah ada kesalahan yang ditimpakan kepadanya, karena ia adalah orang yang benar-benar taat aturan.

Mereka jumlahnya cukup banyak, dan tentu saja benar bahwa mereka adalah pemimpin, namun yang membedakan mereka dengan yang lain tentu adalah tipenya, sebab untuk menjadi pemimpin dibutuhkan lebih dari sekedar aturan, melainkan juga terobosan dan respek. Sebuah organisasi bisa saja tertib dan teratur, tetapi bisa saja ia mati karena peraturan terlambat merespons perubahan, dan peraturan yang ada bukan lagi diadakan untuk manusia, melainkan manusia untuk peraturan. Lama-lama pemimpin ini akan menjadi tampak seperti orang-orang parisi yang membuat seakan-akan agama diadakan untuk Tuhan, bukan untuk manusia.

Supaya tidak membingungkan, John Maxwell membuat peringkat yang disebut pemimpin. Orang yang dibicarakan di atas benar adalah pemimpin, tetapi baru sekedar pemimpin di atas kertas, yaitu pemimpin level satu. Pemimpin yang sempurna adalah pemimpin level 5, yang disebut Kang Jalal dan Robby Djohan sebagai Spiritual Leader, yaitu pemimpin yang dituruti, karena direspeki. Dengan demikian ada 5P-nya pemimpin yang akan Saya bahas di sini, yaitu Position, Permission, Production, People Development, dan Personhood. Masing-masing “P” tersebut akan berpasangan dengan produknya, yang disebut Maxwell sebagai 5R, yaitu Rights, Relationships, Results, Reproduction dan Respect.

Pada pemimpin level 1, seseorang dituruti semata-mata karena posisinya. Ia duduk di sana karena ia memegang hak tertulis (rights). Orang-orang mengikutinya, karena suatu keharusan. Celakanya, semakin lama ia berada di posisi itu akan semakin mundur organisasi. Organisasi akan ditinggalkan oleh karyawan-karyawan kelas satunya yang menyukai terobosan dan laku di pasar. Sementara itu morale kerja merosot drastis dan image sebagai organisasi yang disegani tak lagi terdengar, malah sebaliknya.

Pemimpin ini sebaiknya segera memperbaiki diri. Ia bisa menapak naik ke level dua, yang disebut permission (sedikit di atas otoritas). Ia tidak melulu mengacu pada peraturan tertulis, melainkan mulai menghargai orang-orang yang melakukan terobosan sebagai warna yang harus diterima. Orang-orang pun senang dan menerima kepemimpinannya bukan lagi semata-mata karena rights, melainkan relationship. Mereka mengikuti karena mereka menghendakinya. Tetapi kalau cuma sekedar relationship saja, dan orang-orang merasa senang maka ia bisa menjadi pemimpin yang populis, yang anak-anak buahnya tidak terpacu untuk maju.

Oleh karena itu, idealnya seorang pemimpin naik lagi ke level tiga, yaitu maju dengan kompetensi dan memberi hasil yang dapat dilihat secara kasat mata. “P” ketiga ini disebut Production, dan orang-orang di bawahnya mau mengikuti kepemimpinannya karena Results, yaitu hasil nyata yang tampak pada kesejahteraan mereka dan kemajuan organisasi. Pemimpin pun senang karena pekerjaannya dengan mudah diselesaikan oleh orang-orang yang dedikatif, bekerja karena momentum. Biasanya level tiga ini berdampingan atau tipis sekali batasnya untuk melompat ke level empat. Ini hanya soal kemauan berbagi saja dan relatif tidak sulit karena hasilnya ada dan bukti-buktinya jelas. “P” ke 4 ini disebut People Development dan hasilnya diberi nama Reproduction. Pemimpin level 4 adalah pemimpin langka yang bukan cuma sekedar memikirkan nasibnya sendiri, melainkan juga nasib organisas! i. Ia tidak rela sepeninggalnya ia dari organisasi, lembaga itu mengalami kemunduran, maka kalau ia tak bisa memilih sendiri pengganti-penggantinya, ia akan memperkuat manajer-manajer di bawahnya agar siapapun yang menjadi pemimpin organisasi akan terus bergerak maju ke depan. Tentu saja tidak mudah mendeteksi pemimpin tipe ini selain dari apa yang ia lakukan untuk mengembangkan calon-calon pemimpin. Biasanya kita baru bisa menyebut Anda berada pada level empat kalau Anda sudah pensiun, sudah tidak duduk di sana lagi. Pada waktu Anda meninggalkan kursi Anda, maka baru bisa kita lihat apakah orang-orang yang dihasilkan benar-benar mampu meneruskan kemajuan atau malah mundur. Tentu saja maju-mundurnya organisasi paska kepemimpinan Anda sangat ditentukan oleh pemimpin berikutnya, tetapi kita dapat membedakan dengan jelas siapa yang membuat ia maju atau mundur.

Kepemimpinan level 5 ini oleh Jim Collins disebut sebagai pemimpin dengan professional will dan strategic humility. Jalaludin Rakhmat menyebutnya sebagai Spiritual Leader yang tampak dari perilaku-perilakunya yang merupakan cerminan dari pergulatan batin dalam jiwanya (inner voice). Orang-orang seperti ini tidak mencerminkan kebengisan, melainkan ketulusan hati. Ia bisa saja mengalami benturan-benturan, tetapi semua itu bukanlah kehendaknya pribadi. Orang yang baik hati seperti Gandhi saja toh ternyata juga dicaci maki dan dibunuh, tetapi satu hal yang jelas, ia diikuti oleh banyak orang karena dirinya dan apa yang ia suarakan. Mereka patuh karena respek. Mereka tahu persis bahwa bahaya terbesar akan terjadi kala mereka mulai populis, yaitu ingin disukai semua orang ketimbang direspeki. Selamat memimpin!

Cost of Capital -



Oleh Heru Narwanto - majalah Housing Property

Senang. Begitu kira-kira yang dirasakan saudara-saudara kita ketika memiliki rumah baru. Terlepas apakah rumah itu benar-benar baru atau rumah setengah pakai. Salah satu yang membuat senang adalah terbebas dari membayar biaya rutin tahunan kepada pemilik rumah: uang sewa.

Begitupun yang baru membeli rumah kedua, ketiga, keempat. Perasaan senang itu tetap ada, walaupun kadarnya sedikit berkurang. Senang, karena merasa makin kaya. Betul. Rumah adalah salah satu bentuk kekayaan. Memiliki banyak rumah berarti semakin banyak kekayaan.

Yang kadang terlewat dipikirkan, setiap Anda memiliki tambahan kekayaan, sebenarnya pada saat yang sama Anda sedang mengundang tambahan biaya. Bukan biaya untuk membeli kekayaan itu. Untuk memiliki rumah pasti Anda harus mengeluarkan biaya, Rp400 juta misalnya. Bukan Rp400 juta itu yang dimaksud di sini. Tapi, biaya per tahun yang harus Anda tanggung setelah memiliki rumah tersebut. Dalam jargon ekonomi disebut cost of capital. Semoga Anda ingat konsep ini.

Begini, kalau uang Rp400 juta itu tidak Anda belikan rumah dan dibiarkan saja di bank, tentu setahun kemudian uang tersebut menghasilkan bunga. Misalnya, bunga setelah pajak 6%. Maka, dengan memiliki rumah itu Anda kehilangan kesempatan memperoleh penghasilan bunga Rp24 juta. Bunga, itulah komponen pertama cost of capital.

Komponen kedua: biaya perawatan, perbaikan, utilitas, yang mungkin kisarannya Rp1 juta sebulan, yang berarti Rp12 juta setahun atau 3% dari harga rumah. Komponen ketiga pajak (PBB), yang jumlahnya cukup murah sekitar Rp400 ribu atau 0,1% dari harga rumah. Komponen keempat, asuransi yang besarnya bervariasi tergantung jenis pertanggungannya. Kita ambil yang sedang saja, 1% atau Rp4 juta. Komponen kelima, penyusutan rumah sekitar 2% atau Rp8 juta.

Jika dijumlahkan 24+12+0,4+4+8 sama dengan Rp48,4 juta. Angka ini selanjutnya dikurangi potensi keuntungan dari peningkatan harga rumah dalam setahun. Angkanya mungkin sekitar 8% setelah pajak BPHTB. Dalam rupiah berarti Rp32 juta.

Kini Anda selesai memperkirakan cost of capital atas rumah Anda, yaitu Rp48,4 juta – Rp32 juta sama dengan Rp16,4 juta, atau sekitar 4,1% dari nilai rumah. Itulah biaya Anda memiliki rumah seharga Rp400 juta selama setahun. Apakah rumah itu Anda huni sendiri atau disewakan, tetap saja Anda menanggung biaya tersebut. Beberapa komponen cost of capital seperti asuransi, perawatan, perbaikan, utilitas, PBB adalah biaya-biaya kasat mata yang memang harus Anda keluarkan dari dompet. Sementara biaya bunga, biaya penyusutan, dan keuntungan jika dijual kembali, tidak kasat mata, tidak benar-benar keluar dari dompet Anda, tapi tetap harus diperhitungkan karena sejatinya Anda menanggungnya.

Kini Anda dapat menghitung cost of capital atas kekayaan Anda yang lain. Kalau Rp400 juta tadi Anda belikan apartemen, beberapa komponen biaya seperti perawatan, perbaikan, utilitas, asuransi dan penyusutan perlu disesuaikan. Jumlahnya tentu lebih tinggi dari rumah tinggal. Perhitungannya mungkin: bunga 6%; perawatan, perbaikan, utilitas 5%; asuransi 2%; penyusutan 3%; PBB 0,1%. Total 16,1%. Setelah dikurangi peningkatan harga jika dijual kembali 8%, cost of capital apartemen Anda adalah 8,1% atau Rp32,4 juta. Sekali lagi, apakah apartemen itu Anda huni sendiri atau disewakan, tetap saja Anda menanggung biaya memiliki apartemen itu. Cost of capital.

Jika rumah atau apartemen disewakan, cost of capital tadi dapat Anda alihkan kepada penyewa. Karena itu supaya tidak merugi, harga sewa yang Anda tetapkan minimal sebesar cost of capital tadi. Coba Anda tengok hitung-hitungan di atas. Cost of capital rumah Rp400 juta itu Rp16,4 juta. Selanjutnya lihat harga sewa rumah Rp400 jutaan di pasaran, sekitar Rp16 juta juga, bukan? Lihat juga cost of capital apartemen Rp400 juta itu, yaitu Rp32,4 juta. Kemudian lihat harga sewa apartemen Rp400 jutaan di pasaran, sekitar Rp32 juta juga, bukan? Demikianlah, konsep-konsep ilmu ekonomi membantu kita dalam mengambil keputusan sehari-hari dengan lebih baik.

Sekarang Anda juga dapat menghitung berapa cost of capital memiliki mobil Rp150 juta. Silakan hitung. Bunga 6%, pajak 1%, asuransi 3%, perawatan/perbaikan Rp1 juta per bulan atau 8% per tahun, penyusutan 6%. Jumlahnya 25%. Jumlah itu seharusnya dikurangi dengan peningkatan nilai mobil. Kenyataannya, harga jual mobil itu setahun kemudian biasanya malah turun, misalnya sekitar 8%. Maka, cost of capital mobil Rp150 juta itu 25% + 8% sama dengan 32%. Jika dirupiahkan Rp48juta! Itulah biaya yang harus Anda tanggung per tahun dari mobil Rp150 juta. Sebagian kita mungkin tidak menyadarinya. Makin mewah mobil yang kita miliki, makin tinggi cost of capital-nya.

Tentunya kini Anda juga dapat menganalisis kenapa perusahaan tempat Anda bekerja, terutama perusahaan besar/asing, lebih memilih menyewa mobil kijang Rp4 juta per bulan atau Rp48 juta pertahun, ketimbang membelinya. Juga kenapa perusahaan itu memilih memberi voucher taxi Rp100 ribu per hari daripada membelikan Anda mobil.

Estate Economic


Oleh: Heru Narwanto-Majalah Housing Estate
Edisi 1: ASYMMETRIC INFORMATION

Pasar akan beroperasi secara sempurna kalau antara penjual dan pembeli mempunyai penguasaan informasi yang seimbang atas produk yang diperjualbelikan. Realitasnya? Tidak (selalu) demikian. Developer tahu persis, A sampai Z, kualitas perumahan yang dijualnya. Konsumen mungkin hanya tahu A sampai K, sebagian saja. Apakah kemudian developer pasti diuntungkan dengan kondisi ini? Bisa ya, bisa tidak. Ini adalah problem asymmetric information.

Ekonom Amerika, George Akerlof pada 1970 menulis tentang problem ini (yang kemudian meraih Nobel Prize pada 2001). Akerlof mengurai problem ini dengan mengambil contoh pasar mobil seken. Penjual memiliki informasi yang lebih banyak tentang kondisi mobil yang akan dia jual dibanding pembeli. Walaupun fisik luar mobil itu hampir semua sama, tetapi penjual tahu sebagian berkualitas buruk (oleh sang ekonom diistilahkan ’lemon’) dan sebagian berkualitas prima (diistilahkan ’peach’). Pembeli tidak banyak tahu mana mobil yang berkualitas. Anda mungkin berfikir kondisi ini menguntungkan penjual (karena dia pihak yang punya informasi lebih atas mobil itu). Kita lanjutkan bagaimana skenario Akerlof jika sebuah mobil ditawarkan Rp.60juta. Pembeli tidak akan mengambilnya, karena dia tidak yakin apakah mobil itu ’peach’ atau ’lemon’, peluang dia untuk dapat mobil prima (peach) hanya 50 persen. Pembeli yang berani gambling mungkin akan menawar Rp.30 juta. Mungkin penjual melepas di harga itu kalau kebetulan yang dipilih adalah mobil kualitas buruk. Jika sebaliknya, tentu penjual tidak akan melepaskannya. Masalahnya, jika penjual melepas diharga Rp.30 juta, segera pembeli berfikir ”ah, ini pasti mobil berkualitas buruk”. Pembeli tidak mau. Penjual bisa saja meyakinkan ”semua mobil saya berkualitas prima”, tetap saja mobil itu sulit dijual pada Rp.60juta, karena sekali lagi, pembeli tidak yakin apakah dia mendapatkan mobil prima. Pasar buntu.

Itulah kenapa pada saat sekarang anda menjumpai show room mobil dibangun megah pada lokasi strategis. Para ekonom menyebutnya ’signaling’. Dengan menjual mobil pada show room, penjual mengirim ’signal’ pada konsumen bahwa ”semua mobil saya berkualitas prima”. Pembeli yang merasa tertipu dapat datang kapan saja untuk komplain karena show room itu berdiri permanen. Pembeli juga akan berfikir ”penjual ini tentu tidak akan main-main dengan kualitas mobilnya, karena membangun show room perlu investasi sangat besar, tentulah orientasi bisnisnya jangka panjang”. Pasar berjalan kembali. Signaling merupakan salah satu solusi dari lemons problem. Mungkin itu juga kenapa bank-bank membangun gedung megah (sebagian teramat megah) untuk kantornya. Signaling!

Sekarang kita bisa mengurai berbagai fenomena dalam pasar properti di sekitar kita menggunakan kerangka teori asymmetric information. Kenapa harga properti pada saat louncing jauh lebih murah dibanding satu tahun kemudian (ketika sudah terbangun)? Kenapa beberapa pengembang tertentu begitu mudah menjual produknya (padahal konsumen baru melihat visualisasi produk dalam bentuk gambar), dan kenapa sebagian pengembang lain sangat alot menjual produknya?

Sebelum di akhiri tulisan ini, penjual tidak selalu menjadi pihak yang punya penguasaan informasi yang lebih atas produk yang akan dijualnya. Contoh, agen properti (broker) lebih banyak tahu tentang taksiran harga dan pasar properti dibanding masyarakat yang ingin menjual rumahnya. Steven D. Levitt dalam buku bestseller-nya ”Freakonomics” membahas dengan menarik bagaimana agen properti dapat memaksimalkan keuntungan karena kondisi penguasaan informasi yang tidak seimbang ini. Bulan depan kita lanjutkan tentang ini.

Satu lagi, kembali ke penjual mobil tadi: apakah mobil yang ada di show room tadi benar-benar berkualitas prima semuanya? Juga, apakah performa keuangan bank-bank tadi sekokoh gedungnya? Asymmetric information.

Heru Narwanto

Money Illusion

Money Illusion

[Estateconomics]-dari majalah housing estate

Anda yang saat ini menyimpan uang pada deposito perbankan, perlu peduli tentang topik ini: money illusion. Ilusi uang. Begini penjelasannya. Uang Rp300 juta Anda depositokan di bank dengan bunga 10% per tahun. Berarti bunga bersihnya 8% karena ada pajak 20% atas bunga.

Setelah lima tahun uang Anda sudah beranak pinak menjadi sekitar Rp440,8 juta. Jika nominal uang dipakai sebagai ukuran, maka uang Anda bertambah banyak hampir satu setengah kali lipat! Pertanyaannya: apakah berarti pula Anda telah beruntung satu setengah kali lipat dari lima tahun sebelumnya?

Mungkin Anda termasuk salah satu yang serta merta menjawab ’ya’, karena Rp440,8 juta memang hampir satu setangah kali Rp300 juta. Ekonom tidak akan serta merta menjawab ‘ya’. Bisa jadi Anda sedang merugi. Tengoklah dahulu seberapa besar peningkatan harga-harga barang selama lima tahun itu.

Jika tahun ini kita dapat membeli sepiring nasi goreng Rp5 ribu, tetapi lima tahun ke depan harga sepiring nasi goreng yang sama menjadi Rp10 ribu, maka ekonom akan menjawab Anda merugi. Jika harga barang-barang lain bergerak hampir sama sebagaimana nasi goreng tadi, berarti selama lima tahun itu harga telah meningkat dua kali lipat.

Berarti walaupun jumlah nominal uang Anda naik satu setengah kali lipat menjadi Rp440,8 juta, sejatinya nilai riil uang Anda tinggal Rp220,4 juta. Lebih rendah dari uang Anda semula Rp300 juta. Anda merugi. Ini gambaran sederhana ilusi uang. Seseorang mungkin merasa nyaman, berfikir kekayaannya tidak berkurang, bahkan merasa meningkat beberapa lipat, padahal sedang merugi, tanpa disadari. Fenomena ini dialami oleh banyak orang.

Skenario yang kita susun di atas memang terkesan ekstrim: selama lima tahun harga meningkat dua kali lipat. Ini memang untuk memudahkan kita segera menangkap fenomena tipuan nominal uang kekayaan kita. Walaupun begitu, ini juga bukan contoh asal-asalan. Membuka catatan lama, situasi seperti ini pernah terjadi pada perekonomian Inggris sekitar 1975-1980. Inflasi sangat tinggi di atas 15%, sementara suku bunga simpanan maupun pinjaman sekitar 7% - 8%.

Dalam situasi inflasi tinggi sementara suku bunga bank rendah sebagaimana skenario kita tadi, alih-alih disimpan dalam deposito, akan lebih bijak jika uang Rp300 juta dibelikan rumah. Bertahan dengan skenario yang sama, maka setelah lima tahun harga rumah menjadi Rp600 juta. Ingat, dalam skenario kita, harga meningkat dua kali lipat selama lima tahun, sehingga kita anggap kenaikan harga rumah segaris dengan harga barang lain.

Secara nominal uang Anda membengkak dua kali lipat dari Rp300 juta menjadi Rp600 juta selama lima tahun, tetapi sebenarnya Anda hanya dalam kondisi impas. Pasalnya, nilai riil uang Anda pada saat itu bukan Rp600 juta tetapi Rp300 juta. Walaupun tidak untung, situasi ini lebih baik dibanding menyimpan uang pada deposito, yang dalam contoh di atas nilai riil uang anda turun menjadi Rp220,4 juta. Hitung-hitungan kita ini juga belum memasukkan tambahan keuntungan dari nilai sewa rumah selama lima tahun.

Kini kita tahu kenapa sering kita dengar orang mengatakan: salah satu keunggulan investasi di sektor properti adalah kemampuannya meredam inflasi. Cerita sederhana di atas itulah penjelasannya.

Sampai di sini semoga tulisan ini tidak disalahpahami bahwa investasi pada properti pasti lebih untung dibanding deposito. Bukan demikian. Dengan menggunakan kerangka pikir ilusi uang, Anda tentu akan lebih bijak menentukan pada jenis investasi apa uang Anda harus diparkir.

Pemahaman fenomena ilusi uang juga membantu kita menjelaskan kenapa makin hari uang gaji kita makin tidak cukup untuk kebutuhan sebulan. Tiga tahun lalu kita masih bisa menyisihkan sebagian untuk cadangan. Sekarang, untuk bisa tidak tombok saja perlu perjuangan ekstra.

Bagi yang telah terlanjur menganggap istri makin boros, ada baiknya berpikir ulang. Hati-hati. Boleh jadi Anda terkena ilusi uang: merasa penghasilan tidak mengalami penurunan, padahal sebenarnya turun dari segi kemampuan daya belinya.

Tahun RUSUN

Ini Tahun Rumah Susun
Dari : Majalah Housing Estate

[Laporan Utama]

Kebanyakan rumah susun dikembangkan developer besar sehingga kualitasnya boleh diharapkan lebih baik.

Tahun ini boleh disebut tahun rumah susun, karena itulah hunian vertikal baru yang banyak dilansir. Tetap ada apartemen menengah baru. Tapi, jumlahnya jauh menurun dibanding tahun lalu. Harga unit yang ditawarkan pun hanya sedikit di atas harga unit rusun (sarusun), dengan skala proyek (luas lahan, jumlah menara dan unit) lebih kecil. Di antaranya sebutlah Eastonia di Jl Jatiwaringin (Jakarta Timur) dan Centro City Residence (Jakarta Barat).

Paling tidak ada tujuh proyek rumah susun sederhana hak milik (rusunami) yang dilansir di penghujung 2007 dan awal 2008. Tersebar di Jakarta Selatan (2), Jakarta Timur (3), Jakarta Utara (1), dan Tangerang (1). Bandingkan dengan apartemen menengah yang tidak lebih dari lima. Developer rusunami kali ini kebanyakan grup-grup usaha besar di bisnis properti: Agung Podomoro Group, Agung Sedayu Group, Bakrieland, dan Gapuraprima Group.

Keterlibatan grup-grup besar itu membuat wajah rusun berubah, dikembangkan sekualitas apartemen dengan beberapa fasilitas. Paling tidak dari konsepnya, karena bukti masih harus menunggu realisasi. “Kita membangunnya sepenuh hati, karena kalangan menengah bawah juga punya hak untuk hidup nyaman,” kata Trihatma K Haliman, CEO APG usai menemui Menpera M Yusuf Asy’ari akhir Januari 2008.

Menurut Jakarta Property Market Review IV 2007 yang dilansir PT Procon Indah, suplai rusun yang besar itu akan mempengaruhi pemasaran real estate tahun ini. Tapi, apapun perkembangan itu patut disambut gembira. “Sekarang semua kalangan memiliki kesempatan luas memiliki hunian di tengah kota,” kata Ali Tranghanda dari Indonesia Property Watch (IPW). Apalagi, lokasinya menyebar sehingga pilihan bisa disesuaikan dengan pusat aktivitas masing-masing.



Status tanah

Sarusun tersedia mulai dari tipe 18 - 36 m2 (net) dengan harga maksimal Rp144 juta/unit, dan dijual secara kredit dengan uang muka 15 – 20 persen, bebas PPN, dan mendapat subsidi Rp5 – 7 juta tergantung tipe. Yang bisa membeli adalah mereka yang berpenghasilan maksimal Rp4,5 juta/bulan. Yang bergaji di atas itu atau membeli secara tunai, tidak mendapat subsidi dan bebas PPN.

Setiap orang hanya bisa membeli satu dan merupakan sarusun pertama yang dimilikinya. Jadi, yang sudah memiliki sarusun tidak berhak lagi membeli. Verifikasi akan dilakukan bank penyalur KPR. Selama lima tahun pertama setelah akad kredit sarusun tidak boleh dijual. Sarusun berstatus strata title (hak milik atas satuan rumah susun). Tapi, ada rusunami yang dibangun di atas tanah berstatus hak pengelolaan (HPL). Konsumen perlu memperjelas saat membeli biar tahu bagaimana status sarusun setelah HGB-nya berakhir.

Kredit pemilikan sarusun bisa diperoleh di BTN, BRI, Mandiri, dan BPD. Khusus PNS tersedia juga pinjaman uang muka (PUM) berbunga lunak dari Taperum, yang disalurkan melalui BTN dan BPD. Serah terima sarusun, juga unit apartemen, dijanjikan antara 1,5 – 2,5 tahun setelah uang muka lunas. Tiga proyek rusunami (Kebagusan City, Gateway, dan Gading Nias Residences) sudah kami ulas di edisi Februari 2008. Jadi, tidak dibahas lagi di sini. Yoenazh, Amel, Pras, Joko

Rusunami Bakrie (6 ha)

Rusun ini merupakan bagian dari Perumnas City, kawasan superblok seluas 40 ha hanya beberapa ratus meter dari kantor Walikota Jakarta Timur (Sentra Primer Jakarta Timur), berdampingan dengan lahan bakal terminal Pulo Gebang. Kawasan diapit Jl Pulo Gebang dan Jl Cakung Timur/jalan tol Cikunir-Cakung (dua jalan terakhir berdiri sejajar) yang dilalui angkutan umum dan dekat dengan stasiun Cakung. Developernya PT Bakrie Swasakti Utama (Bakrieland). Saat ini di kawasan sudah berdiri Rusun Seruni, perumahan DPR dan Mutiara Sanggraha.

Menurut Wawan Dwi Guratno, Chief Business Development Officer PT Bakrie Swasakti Utama, dari lahan enam hektar yang dibangun rusunami hanya 2,8 ha mencakup delapan menara (3.500 unit), sisanya untuk apartemen menengah selain gedung perkantoran, properti komersial, dan fasilitas gaya hidup. “Target kita kedelapan menara itu selesai dalam tiga tahun,” katanya. Maret atau April ini akan dilansir 2 - 3 menara.

Kali Malang Residence (2,7 ha)

Proyek dikembangkan PT Mitra Safir Sejahtera di bekas pasar Sumber Artha di Jl KH Noer Ali (d/h Jl Kali Malang), persis di perbatasan Jakarta Timur-Kota Bekasi, mencakup 1.008 unit sarusun di tiga menara. “Sekarang sudah laku 620 unit,” kata Tirta Susanto, Direktur Utama PT Mitra Safir Sejahtera.

Selain rusun dibangun juga pasar modern tiga lantai (revitalisasi pasar tradisional), menawarkan 1.106 kios seharga Rp60 juta – 100 juta/unit. Ditambah satu menara private apartment setinggi 10 lantai (empat unit per lantai berukuran 40 – 60 m2 seharga Rp800 juta – 1,2 miliar/unit). “Jadi, tiap unit punya satu lift karena di setiap lantai ada empat lift,” ujar Sekjen Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) itu.

Di bawah private apartment disediakan 44 unit ruko empat lantai seharga Rp1,6 miliar/unit. Kali Malang Residence akan dilengkapi sport club dan lapangan futsal. Aksesnya selain Jl Kali Malang yang ramai dilalui angkutan umum, juga jalan tol Jakarta – Cikampek keluar di pintu Pondok Gede Timur, terus di Jl Kincan Raya sebelum bertemu Jl Kali Malang persis di depan proyek. Akses itu akan makin baik setelah tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu beroperasi. Dalam radius 1 – 3 km dari lokasi tersedia pusat belanja, sekolah, klinik, rumah sakit, dan lain-lain, semuanya di Jl Kali Malang.

East Park (2 ha)

Rumah susun ini berada di dalam perumahan Jatinegara Indah di Jl KRT Radjiman, Jakarta Timur, dikembangkan Cakra Group. Tahap pertama dibangun tiga menara, tahap kedua akhir 2009 tiga tower lagi. Kawasan rusun terpisah dengan areal perumahan, dilengkapi sport club.

Lokasi proyek sekitar 3,5 km dari terminal Pulo Gadung dan dilalui angkutan umum. Terminal Pulo Gadung disinggahi jalur busway Pulo Gadung – Harmoni. Lokasi rusun akan makin dekat dengan jalur busway bila terminal Pulo Gadung dipindahkan ke Pulo Gebang. Pembangunan akan dimulai akhir tahun ini. Pasalnya, dengan pindahnya terminal itu, jalur busway juga diubah menjadi Pulo Gebang – Harmoni melalui Jl Sultan HB IX.

Jl KRT Radjiman terkoneksi langsung dengan Jl Sultan HB IX di utara, dan Jl I Gusti Ngurah Rai di selatan. Jadi, East Park juga mudah dicapai dari stasiun kereta Buaran di Jl I Gusti Ngurah Rai. Di sekitar rusun berdiri Mal Klender, sebuah pusat belanja baru, pasar tradisional, rumah sakit, sekolah (SD-SMU), dan perguruan tinggi (Uhamka).

Rusuna Modern (2 ha)

Rusun ini juga ada di dalam kawasan perumahan (Kota Modern) di Jl Jend Sudirman, Kota Tangerang. Sudah sejak 10 tahun lalu perumahan itu menawarkan apartemen menengah, tapi terhenti akibat krisis moneter. Beberapa tahun lalu kembali aktif dipasarkan. Sudah terjual dua menara.

Awal Februari 2008 developernya PT Modernland Realty Tbk melansir Rusuna Modern. “Ini menara ketiga. Dua menara sebelumnya sold out,” kata seorang staf marketingnya. Ia tidak mau memastikan apakah dua menara yang dimaksudnya adalah dua apartemen menengah sebelumnya yang turun kelas menjadi rusunami.

Yang jelas lokasinya sama, sekitar 200 meter di depan Mal Metropolis. Sebelumnya tidak terdengar ada rusun di Kota Modern. Apapun, penghuni Rusuna Modern akan menikmati semua fasilitas di Kota Modern (700 ha), mulai dari mal, supermarket, rumah sakit, sekolah, lapangan golf 18 hole, sampai club house.

MT Haryono Square (0,7 ha)

Ini kawasan mix use yang terdiri dari apartemen, gedung perkantoran, dan city walk (entertainment mall seperti Citos di Jakarta Selatan) yang dikembangkan Gapuraprima Group melalui PT Sukses Karya Perdana. Lokasinya di pojok Jl MT Haryono-Jl Dewi Sartika, Jakarta Timur.

Menurut Lot Manik, Direktur Marketing PT Sukses Karya Perdana, proyek terdiri dari dua menara setinggi 17 lantai. Menara pertama diisi areal parkir dan supermarket (basement), city walk (lantai 1-2), perkantoran (lantai 3 – 4), dan apartemen (lantai 5 – 17). Menara kedua city walk (lantai 1 – 2), kolam renang, function hall, fitness club (lantai 3 – 4), dan apartemen (lantai 5 – 17).

Apartemen (tipe 30 – 71) dan ruang kantor (usuran 60 – 200 m2) dijual strata title. Sedangkan bagian depan city walk seluas 1.200 m2 disewakan. Jumlah apartemen yang dipasarkan 286 unit. “Sekarang sudah laku 30 persen. Pembelinya umumnya end user. Daripada tinggal di pinggir kota, harga rumahnya lebih tinggi dan macet di jalan, lebih baik di sini karena dekat tempat kerja” katanya. Ia menambahkan, demand apartemen menengah tetap bagus karena pasarnya besar. “Apalagi, lokasi kita oke. Dekat pintu tol dan halte busway,” lanjutnya. MT Haryono Square mulai dibangun Maret 2008.

The Wave (3,5 ha)

The Wave adalah proyek apartemen menengah dan menengah atas yang dikembangkan PT Bakrie Swasakti Utama di mega superblok Rasuna Epicentrum (53,5 ha), Kuningan, Jakarta Selatan, yang terbagi atas low rise apartment (apartemen rendah) dan high rise apartment (apartemen jangkung). Low rise apartment menawarkan unit dua kamar (79 m2) dan tiga kamar (96 m2), sedangkan high rise unit satu kamar (40 m2) dan tiga kamar (90 m2).

Menurut Ferry S Supandji, Chief Marketing Officer PT Bakrie Swasakti Utama, The Wave menyasar eksekutif muda, profesional, pebisnis, dan investor. Saat ini dipasarkan dua menara high rise apartment: Coral (40 lantai) dan Breeze (35 lantai). Total ada sembilan menara yang akan dibangun. Pembangunan dimulai April 2008 dan serah terima Agustus 2010. Di tower Coral setiap lantai terdiri dari 10 unit, di tower Breeze enam unit. Harganya Rp13 jutaan/m2.

Sementara low rise apartment baru akan dipasarkan medio 2008. The Wave yang sekelas di atas The 18th Residence Taman Rasuna, tapi di bawah The Groove, dua apartemen yang lebih dulu dibangun di Rasuna Epicentrum, dikembangkan dengan konsep green architecture dan desain eco friendly. Sekitar 70 persen areanya untuk ruang terbuka hijau yang saling terkoneksi. “Konsep itu sejalan dengan program Bakrieland Goes Green. Green architecture, green operation, dan green attitude,” jelasnya.

Centro City Residence (1,1 ha)

Lokasi apartemen menengah ini di Jl Macan, salah satu anak Jl Daan Mogot, Jakarta Barat, hanya beberapa ratus meter dari halte busway dan kantor pusat Indosiar. Sedangkan dari kampus Universitas Trisaksi, Tarumanagara, Ukrida, Mal dan Hotel Citraland, serta terminal Grogol, sekitar 1,5 km.

Karena itu tidak salah developernya PT Multi Artha Griya, salah satu anak perusahaan Reliance Group, mematok para profesional, keluarga muda, mahasiswa, dan investor rumah kos di Jakarta Barat, sebagai target pasarnya. Bangunannya bergaya modern minimalis dilengkapi club house, pusat kebugaran, pre-school, minimarket, laundry, salon, kafe dan resto, plus area parkir.

Tahap awal Centro City menawarkan satu menara dari rencana tiga, menawarkan unit tipe studio, tipe satu sampai tiga kamar, plus kios dan ruko. Apartemen bisa dibeli secara kredit (KPA) melalui Bank Panin dan Victoria. Dengan bunga 9,25 persen, periode 15 tahun, cicilan tipe studio hanya Rp1,2 jutaan/bulan. Tipe itu diklaim laku disewakan Rp1,5 juta - Rp2 juta per bulan, cukup menutup cicilan itu.

“Karena itu kita sangat optimis dengan prospek apartemen ini. Harganya sangat terjangkau dibanding rumah biasa, dekat pusat aktivitas di Grogol, dan bebas banjir,” kata Anton Budijaya, Chairman Group Reliance. Pemasaran apartemen dibantu antara lain oleh Tony Eddy & Associates (TEA).