Rabu, 24 Desember 2008

Investasi Valas? Lihat Dulu Prospek Rupiah


DARI:DETIK.COM.Senin, 22/12/2008 13:19 WIB
Jakarta - Pelemahan rupiah yang mencolok terlihat sejak Oktober 2008. Rupiah sempat anjlok ke 12.850 per dolar AS namun kemudian bisa menguat lagi seiring dengan kebijakan valas oleh Bank Indonesia. Lalu bagaimana prospek rupiah di ujung tahun hingga awal tahun depan?

Tidak ada salahnya bagi investor yang rajin berinvestasi di valas melihat dulu arah pergerakan mata uang lokal ini. Berikut analisa dan prospek rupiah dari analis Danareksa Sekuritas, Aldo Perkasa seperti detikFinance, Senin (22/12/2008).

Rupiah sempat mengalami depresiasi yang cukup dalam hingga -30% (pada saat dolar AS mencapai Rp 12.400), dibandingkan dengan negara lainnya yang rata-rata mengalami depresiasi sebesar 10%, akibat ketakutan para investor asing terhadap negara berkembang.

Ekonom Danareksa melihat beberapa alasan yang menyebabkan pelemahan Rupiah terjadi:

1. Keengganan pemerintah untuk menerapkan kebijakan blanket guarantee. Beberapa negara seperti Singapura, Malaysia and Australia telah melaksanakan kebijakan blanket guarantee sejak bulan Oktober, dan ini memicu capital outflows yang kemudian mempengaruhi stabilitas mata uang kita. Dalam perkembangan terakhir, beberapa pihak telah mengusulkan kebijakan ini kepada pemerintah, namun tampak pemerintah masih terus mendiskusikan hal tersebut.

2. BI telah mengeluarkan kebijakan untuk transaksi dolar AS yang mengatur jumlah maksimum dolar AS yang dapat dibeli setiap bulannya. Namun, dengan sosialisasi yang kurang, hal ini justru dapat memicu sentimen negatif terhadap Rupiah akibat pemegang USD yang merasa khawatir untuk sulit mendapatkan USD kembali di masa mendatang, sehingga membuat mereka berpikir dua kali untuk menukarkan USD-nya.

3. Investor global mungkin melihat ekonomi Indonesia sebagai salah satu yang memiliki risiko mata uang yang besar. Hal ini disebabkan oleh tingginya rasio utang luar negeri terhadap cadangan devisa yang sekitar 2,8x dibandingkan rata-rata Asia yang hanya 1,1x.
Dalam perkembangan terakhir, rupiah mengalami penguatan yang cukup signifikan ke level Rp 10.900-an di minggu kedua bulan Desember.

Ekonom Danareksa juga melihat potensi penguatan USD akan terus berlanjut hingga ke Rp 10.000/USD di Januari 2009 yang didukung oleh beberapa hal:

1. Indonesia bukan negara export dependent.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Indonesia memiliki rasio ekspor terhadap Pendapatan per Kapita yang paling kecil dibandingkan dengan negara tetangga. Maka seharusnya ekonomi Indonesia merupakan salah satu yang paling bisa bertahan di tengah krisis global ini.

Indonesia memiliki rasio tingkat ekspor terhadap pendapatan per kapita yang cukup kecil dibandingkan dengan negara tetangga, yaitu sekitar 30%, dibandingkan dengan Malaysia 110%, Singapura 230% dan Thailand 73%.

2. Tingkat inflasi dan suku bunga yang stabil.
Seiring dengan penurunan harga komoditas dunia, maka tingkat inflasi akan ikut turun, begitu juga dengan suku bunga. Inflasi bulan November mulai menurun (0,12% dalam satu bulan terakhir dan 11,7% dalam satu tahun terakhir. Sementara BI Rate turun ke level 9,25%.

Hal ini akan berimbas positif pada ekonomi indonesia dan tidak akan memicu capital outflows, karena tren penurunan suku bunga juga terjadi di negara lain. Untuk tahun depan ekonom kami memperkirakan inflasi akan mencapai 8% dan BI rate 8,5% di akhir tahun 2009.

3. AS akan mencetak uang dalam jumlah besar. Fed telah menyuntikkan triliunan USD ke sistem finansial AS untuk mendukung perekonomiannya, dan ini dilakukan dengan cara mencetak uang, yang dikonfirmasikan dengan adanya stimulus sebesar USD 800 miliar, sehingga akan meningkatkan suplai USD di pasar. Seiring dengan kontraksi ekonomi AS, hal ini akan berpotensi menekan USD dan membantu Rupiah untuk mengalami apresiasi.

Aldo mengingatkan, di balik pasar finansial yang mulai rebound, kewaspadaan terhadap perkembangan ekonomi dunia dan domestik tetap perlu, sebab risiko terhadap perlambatan ekonomi tersebut masih ada sehingga kemungkinan bagi pasar finansial untuk mengalami koreksi kembali juga masih cukup besar.(ir/qom)

SELAMATKAN INVESTASI 30% KE EMAS

Dari : detik.com/Irna Gustia

Jakarta - Krisis finansial global diprediksi akan berlangsung lama. Investor yang ingin mencegah penurunan investasinya di surat berharga bisa melakukan diversifikasi sepertiga investasinya ke emas.

Meski harga emas cenderung turun yang per 20 November 2008 ada di posisi US$ 735,9 per troy ounce, namun emas bisa menjadi pelindung di saat investasi di pasar modal penuh ketidakpastian.

Jika harga emas US$ 735,9 per troy ounce maka harga emas per gram menjadi US$ 23,66 (1 troy ounce = 31,1 gram) sehingga harga emas dalam rupiah menjadi sekitar Rp 284 ribu per gram (kurs 12.000/US$).

"Memang harga emas cenderung turun, tapi ini waktu yang tepat untuk mengamankan investasi. Minimal 30% investasi bisa didiversifikasi ke emas," kata Ketua Asosiasi Pedagang Emas dan Permata Indonesia (Apepi) Jeffrey Thumewa dalam perbincangannya dengan detikFinance, Kamis (20/11/2008).

Jeffrey menilai dengan melakukan diversifikasi ke emas maka nilai investasi akan lebih solid apalagi situasi ekonomi dalam negeri juga ikut tertular krisis seperti saat ini.

Diakui Jeffery, tren harga emas saat ini sedang turun mengikuti harga minyak dunia. Namun menurutnya meski harga emas turun sepanjang nilai dolar AS menguat tidak akan ada penurunan nilai investasi.

"Kecuali harga emas turun dan dolar ikut turun maka nilai investasinya akan menurun," katanya.

Namun dia optimistis penurunan harga emas tidak akan sedrastis harga minyak, karena harga minyak lebih banyak unsur politisnya seperti kepentingan negara-negara besar.

Jeffrey mengaku pelaku pasar di komoditas emas memang sulit memprediksi sampai kapan situasi ekonomi akan pulih. Namun untuk berjaga-jaga menghadapi kelesuan ekonomi yang akan berkepanjangan ini, pembelian emas saat ini merupakan momentum yang tepat.

"Kalau pun investasi emas jangan yang ada di pasar berjangka, karena pasar global sedang susah lebih baik membeli dalam bentuk fisik," saran Jeffrey.

Hingga saat ini menurut Jeffrey memang belum ada animo beli yang besar terhadap emas. Semua pemilik dana memilih wait and see melihat perkembangan situasi global.

"Tapi menurut saya justru saat ini adalah waktu yang tepat untuk investasi emas," katanya.

Bagaimana dengan Anda?

PAJAK DITENGAH BADAI KRISIS

OkeZone, 24 Desember 2008
JAKARTA - Di tengah krisis likuiditas yang membuat kian terbatasnya anggaran pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak datang sebagai ?messias' yang membawa kabar gembira.

Pasalnya, realisasi penerimaan pajak tahun ini diperkirakan bakal menembus Rp595,6 triliun atau meningkat 40 persen ketimbang tahun sebelumnya yang sebesar Rp425,4 triliun.

Artinya, raihan tersebut akan tercatat dengan tinta emas sebagai penerimaan pajak yang tertinggi sepanjang sejarah. Di mana tahun-tahun sebelumnya, peningkatan penerimaan pajak hanya berkisar 19-20 persen.

Tak heran, jika Ditjen Pajak tetap memancarkan nada optimisme jelang akhir tahun, walaupun diakui mereka, target yang diberikan negara tahun ini merupakan angka tertinggi. Penyebabnya adalah apalagi kalau bukan angka realisasi penerimaan pajak netto Ditjen Pajak hingga November 2008 yang mencapai sebesar Rp508,4 triliun atau sekitar 95,13 persen dibanding target dalam APBN Perubahan 2008 yang sekitar Rp534,5 triliun.

Persentase tersebut jauh lebih baik ketimbang persentase penerimaan pajak pada periode yang sama tahun 2007 yang hanya sekitar 83,35 persen. Sejumlah faktor ditenggarai menjadi penyebab meningkatnya penerimaan pajak, seperti kenaikan harga komoditas dan reformasi kelembagaan yang berdampak kepada kesadaran dan kepatuhan wajib pajak.

Kenaikan harga komoditas, meskipun diakui, sempat membuat pemerintah mengernyitkan kening karena subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi kian gemuk. Namun, di sisi lain, kenaikan harga tersebut bisa membuat penerimaan pajak meroket tajam.

Hal tersebut dapat diketahui dari realisasi penerimaan pajak netto selama semester satu 2008 yang mencapai Rp265,18 triliun atau tumbuh 50,78 persen ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut, tidak lain karena adanya kenaikan harga minyak di pasar dunia. Naiknya harga minyak tersebut berbanding lurus dengan Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas) yang meningkat menjadi Rp34,35 triliun.

Meskipun masih jauh dibandingkan dengan pajak lain, namun PPh migas itu mampu mendongkrak penerimaan lebih dari setengah target penerimaan pajak tahun ini. Prestasi penerimaan semester satu yang bagus tersebut, sempat membuat Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution optimis bakal mencatatkan realisasi penerimaan pajak dalam negeri tahun ini sebesar Rp609,2 triliun seperti yang ditargetkan pemerintah dalam prognosa Rancangan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) 2008, sebelum akhirnya target tersebut diubah menjadi Rp580,2 triliun. Pertimbangannya kala itu adalah pergerakan harga komoditas yang belum menunjukkan gelagat akan turun.

Sayangnya, booming harga komoditas tersebut tidak berlangsung lama. Memasuki semester dua 2008, Harga minyak dunia terus mengalami penurunan, setelah sempat mencatatkan rekor tertinggi di atas USD147 per barel pada Juli. Kendati demikian, penurunan harga minyak dunia tersebut tidak lantas membuat upeti Ditjen Pajak menurun.

Karena hal tersebut bisa ditutupi dari perolehan pajak badan. Menurut Darmin sebagian besar pendapatan pajak di Indonesia kini masih berasal dari pajak badan. Hal tersebut menjadi bukti bahwa sejauh ini program reformasi yang terus dilakukan Ditjen Pajak ternyata memberikan pengaruh signifikan.

Sejak enam tahun lalu, Ditjen pajak melakukan reformasi administrasi perpajakannya. Struktur kelembagaan yang sebelumnya berorientasi pada jenis pajak diubah menjadi berorientasi kepada fungsi, yakni pelayanan dan pemeriksaan.

Dengan perubahan tersebut, saat ini petugas yang melayani wajib pajak tidak bisa menjadi pemeriksa pajak. Upaya menetralisir aparat pajak dari praktik korupsi dilakukan dengan cara mengurangi intensitas pertemuan antara penarik pajak (fiscus) dengan wajib pajak Bukan rahasia umum, dimasa lalu, Ditjen pajak dianggap menjadi salah satu institusi yang korup di Indonesia. Sehingga tak heran kalau kerugian negara dari praktik penyelewengan pajak mencapai triliunan rupiah.

Meskipun penekanan kepatuhan pajak saat ini masih difokuskan pada dunia usaha, bukan berarti potensi penerimaan pajak perorangan akan diabaikan. Ke depan, Ditjen Pajak akan mulai menggenjot potensi penerimaan pajak perorangan dengan mewajibkan masyarakat dengan pendapatan diatas Rp15,86 juta untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tahun ini saja, Ditjen pajak menargetkan, masyarakat yang menjadi wajib pajak mencapai 6,8 juta orang.

"Target tersebut optimistis dapat dicapai karena didukung oleh kebijakan sunset policy," ucap Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian, Ditjen Pajak, Hartoyo.

Kalau ambisi untuk menggali potensi penerimaan pajak perorangan bisa menjadi kenyataan, bukan tidak mungkin, itu akan memermudah pencapaian peningkatan penerimaan Ditjen Pajak tahun ini sebesar 40 persen atau tertinggi sepanjang sejarah. Kalau sudah begitu, kita tinggal menunggu dan berharap, pencapaian gemilang tersebut bisa memberikan efek menetes ke bawah (trickles down effect) berupa kesejahteraan rakyat banyak

PAJAK BERMANFAAT GANDA BAGI NEGARA DAN MASYARAKAT

Sebagian dikutip dariBusiness News, 21 Juni 2008 dan sedikit perubahan

Pajak merupakan sumber utama untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan suatu negara.

Pengertian umum pajak adalah merupakan kewajiban atau pungutan keuangan yang dikenakan kepada perorangan atau badan hukum oleh suatu negara. Pajak bukan merupakan sumbangan sukarela dari warga kepada negara, tetapi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi.

Jenis pajak secara umum terbagi dalam pajak langsung dan tidak langsung. Pengenaan pajak selalu akan menimbulkan distorsi ekonomi, karenanya tugas Pemerintahlah yang harus mengatur untuk mengurangi dampak negatipnya.

Secara umum tujuan adanya pajak adalah untuk memperoleh dana yang digunakan untuk pembangunan, pertahanan negara, kesejahteraan dan pelayanan umum masyarakat serta biaya rutin administrasi negara. Dalam pelaksanaannya, faktor redistribusi dana pajak yang dipungut dari warga yang mampu dan diperuntukan warga yang kurang mampu harus dilakukan secara demokratis, sehingga tidak menimbulkan distorsi. Hal ini harus diikuti dengan adanya perwakilan untuk melakukan pengawasan. Selain untuk tujuan umum, pajak dapat pula digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya pajak atau cukai tembakau/rokok dinaikkan, sehingga dampak negatip dari merokok terhadap kesehatan masyarakat berkurang. Hal ini akhirnya akan mengurangi beban Pemerintah untuk menyediakan dana bagi kesehatan.

Masalah pajak di Indonesia dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki visi "Menjadi Model Pelayanan Masyarakat yang menyelenggarakan Sistem dan Manajemen Perpajakan kelas Dunia yang dipercaya dan dibanggakan Masyarakat".

Visi ini sangat dalam arti dan tanggung jawabnya dan seluruh warga negara Indonesia tetap berharap suatu waktu entah kapan akan menjadi kenyataan. Sedangkan motonya sering berganti, misalnya "Bayar Pajak, Orang Bijaksana" atau yang terakhir, "Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya".

Semua visi dan motto ini terdengar enak dan menarik, tetapi yang dialami dan diinginkan masyarakat pembayar pajak berbeda. Untuk sekedar dapat bercermin pada perpajakan di Amerika Serikat, dimana sebagian sistemnya telah di"kutip" oleh perpajakan Indonesia sejak puluhan tahun lalu, yaitu "self assessment system". Namun sistem ini tidak dikutip seutuhnya, misalnya jika terjadi kelebihan bayar pajak. Yang mengelola pajak di Amerika Serikat adalah IRS (Internal Revenue Service) dengan motto yang sederhana, tetapi dilaksanakan secara benar dan utuh, yaitu "Ready to Compromise". Hal ini menunjukkan sikap yang tidak arogan dan membuka diri untuk bersedia berkompromi membahas bersama secara transparan adu data dan peraturan.

Rasio pembayar pajak terhadap penduduk di Amerika Serikat jauh sangat tinggi dibanding dengan Indonesia. Setiap penduduk (warga negara ataupun penduduk tetap legal) telah memperoleh SSN (Social Security Number) atau sejenis NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Bedanya adalah SSN sudah wajib diminta oleh seluruh penduduk sejak lahir. Nomor SSN dipergunakan secara sentral dan terpadu oleh semua instansi, sebagai syarat referensi pengurusan berbagai kepentingan. Tanpa memiliki SSN, jangan harap dapat mengurus Kartu Penduduk/Surat Izin Mengemudi/Paspor, pembukaan rekening bank, permohonan kredit dan mencari pekerjaan.
Di Indonesia, dari 220 juta penduduk, kurang dari 10 juta yang memiliki NPWP. Anehnya belum semua PNS dan Warga berpenghasilan (orang kaya) memiliki NPWP. Untuk menambah jumlah pemilik NPWP dilakukan berbagai program, mulai "door to door", "jemput bola ke Mall" dan berbagai "atraksi" lainnya. Hasilnya masih jauh dari harapan karena WP belum mengerti betul maksud tujuan kegiatan tersebut dan perlu lagi sosialisasi yang dapat menarik mereka untuk dengan senang hati (kata lain sadar), dan ini perlu kreativitas aparat pajak agar lebih luwes, menarik menghadapi WP Indonesia yang beraneka persepsi terhadap sistem perpajakan yang jauh sudah berubah.

Hal ini belum lagi dipersoalkan, pemilik NPWP, apakah sudah melakukan kewajibannya membayar pajak. Pembayar pajak di Amerika Serikat jumlahnya lebih dari 100 juta dan hal ini bukan hanya karena patuh, tetapi juga karena sadar akan manfaatnya sebagai pembayar pajak.

Selain itu, pajak telah menjadi "simbol" keadilan yang utuh. Adil dalam arti, dengan membayar pajak banyak akan memperoleh manfaat langsung yang banyak pula. Bagi yang tidak mau membayar, tidak akan memperoleh manfaat. Adil juga dalam arti tidak pandang bulu, diperlakukan sama, mulai pejabat, pegawai negeri, tentara, anggota parlemen hingga rakyat jelata. Manfaat dimaksud adalah bagi pembayar pajak, selain memperoleh manfaat tidak langsung, juga secara khusus akan memperoleh Jaminan Sosial hari tua, asuransi kesehatan, jaminan jika mengalami cacat, jaminan keluarga jika pembayar pajak meninggal dunia serta jaminan-jaminan lainnya, termasuk jika di PHK.

Aturan-aturan yang baku telah ditetapkan dan berlaku sama untuk seluruh warga. Untuk memperoleh manfaat minimum, harus memenuhi berbagai syarat. Kewajiban membayar pajak harus mengumpulkan 40 credit points dan telah membayar pajak paling sedikit 10 tahun. Satu credit point" untuk tahun 2008 dinilai dari pendapatan kena pajak bersih dibagi dengan USSD1050,-. Manfaat secara utuh dapat dinikmati jika usia pensiun (65 tahun) tiba. Jika ingin pensiun dipercepat, akan memperoleh manfaat yang dikurangi sesuai dengan ketentuan, misalnya pensiun usia 63 tahun dikurangi 20%. Tetapi jika setelah usia 65 tahun tetap ingin bekerja, maka manfaat pensiunnya mendapat bonus, misalnya tahun 2008 ini yang lahir tahun 1937/1938 mendapat bonus 6,5%.

Manfaat pembayar pajak ini, dikumpulkan dari setiap besaran pendapatan kena pajak dengan rumus 6,5% dari pendapatan untuk Jaminan Sosial ditambah 1,45% untuk Jaminan Kesehatan(Medicare). Dana terkumpul dari wajib pajak ini ditambah dengan kewajiban oleh pemberi kerja untuk menambah dalam prosentase yang proporsional bagi manfaat wajib pajak. Jika wajib pajak bekerja sendiri, pengumpulan dana menjadi 12,4 % untuk Jaminan Sosial dan 2,9% untuk Jaminan Kesehatan. Dana-dana ini sudah termasuk dalam perhitungan pajak yang dibayar oleh wajib pajak.

Dengan aturan pajak yang jelas dan transparan serta penuh rasa keadilan ini, wajib pajak secara sadar dan penuh hati melaksanakan kewajibannya. Hal ini menunjukkan tidak terdapat pilih kasih dan ketidak adilan ataupun sejenis sistem "kasta".

Di Indonesia ada yang baru menjabat/bekerja paling lama lima tahun telah mendapat pensiun dan jaminan hari tua serta berbagai fasilitas lain. Bahkan ada yang mendapatkannya double dan triple dana pensiun dari jabatan-jabatan sebelumnya. Sebaliknya bagi warga pembayar pajak setia berpuluh-puluh tahun, bukan manfaat yang diperolehnya, malahan dikejar-kejar terus. Sudah tiba saatnya, manfaat ganda pajak harus segera diciptakan di Indonesia, sehingga pajak bukan hanya bermanfaat untuk negara dan masyarakat secara tidak langsung; tetapi seharusnya sekaligus juga memberi manfaat dan keadilan bagi warga pembayar pajak saat hari tuanya tiba. ( HT)

Dengan berbagai konsep manfaat pajak tersebut ada satu pertanyaan "Sudahkan kita memiliki NPWP"? Kapan lagi..segera daftarkan mumpung masih ada waktu, kita lihat Direktorat Pajak udah banyak perubahan, tidak ada alasan lagi.

INVESTASI PROPERTI


Dengan mekanisme REIT investasi properti bisa dilakukan secara ketengan dan menjadi lebih likuid.
DARI HOUSING ESTATE

Dengan mekanisme REIT investasi properti bisa dilakukan secara ketengan dan menjadi lebih likuid.

Siapa bilang investasi properti butuh dana besar? Dengan uang sedikit pun Anda bisa punya properti melalui instrumen real estate investment trust (REIT). Skema pembiayaan properti ini lazim diterapkan pada properti komersial yang mendapat income dari hasil sewa, seperti mal, apartemen, dan hotel.

Mekanismenya, pemilik properti menaruh sertifikat propertinya di lembaga investment trust, sebagai jaminan penerbitan sejumlah saham yang dijual di lantai bursa. Investor, perorangan atau lembaga, bisa membeli saham itu sesuai kemampuan. Singapura dan Malaysia sudah menerapkannya.

Bila kelak disetujui pemerintah diterapkan di sini, REIT akan berdampak positif terhadap bisnis properti di Indonesia. Pasalnya, pembelinya tidak terbatas pada warga lokal tapi juga investor asing. Sementara developer pun memiliki alternatif sumber dana selain bank.

Tony Eddy, Presiden Direktur Tony Eddy & Associates (TEA), yang pernah mempelajari REIT di University of Wisconsin, Madison (USA), menyebutkan, di AS biasanya REIT dipakai perusahaan dengan track record bagus untuk mengambil alih, katakanlah sebuah mal besar.

YIELD

Perusahaan itu lalu mengumumkan rencananya ke pasar lengkap dengan

prospektus layaknya perusahaan yang mau go public. Di situ disebutkan perusahaan akan membeli sebuah mal seharga A rupiah, tingkat hunian B persen, tarif sewa C rupiah, dan setiap bulan mendapatkan hasil sewa D rupiah.

Dengan pengambilalihan itu perusahaan memperhitungkan, hasil sewa bisa ditingkatkan menjadi E persen. Untuk itu perusahaan akan menerbitkan sekuritas (saham) dengan harga F rupiah per lembar, dengan harapan tingkat pengembalian per lembar (yield) G persen.

"Di Singapura investor yang tertarik cukup membelinya lewat ATM yang dilengkapi menu membeli sekuritas REIT. Bukti pemilikan saham akan dikirim ke investor sesuai nama dan alamat di ATM," katanya.

Setelah uang terkumpul developer pun memakainya membeli mal. Sertifikatnya disimpan di investment trust tadi. Secara berkala setelah mal dioperasikan, perusahaan mentransfer laba dari hasil sewa ke rekening investor sesuai proporsi kepemilikan saham. "Di Amerika 95 persen pendapatan bersih dibagikan setiap enam bulan," ungkapnya.

Seiring kenaikan tarif dan pendapatan sewa, bagian laba yang diterima investor juga akan meningkat. Pendapatan sewa naik, harga pasar properti dan harga per lembar saham pun meningkat. Dengan demikian selain dari bagian laba, investor juga berpotensi meraih gain dari harga sahamnya.

LIKUID

Dengan cara itu properti yang se-lama ini dikenal sebagai investasi yang tidak likuid, melalui REIT menjadi likuid. Pasalnya, surat berharga itu bisa dijual di bursa kapan saja dan tidak dikenakan pajak seperti halnya transaksi saham perusahaan go public.

Keamanan investasi pun lebih terjamin. Kalaupun apes, misalnya di tengah jalan properti tidak laku disewakan, properti itu sendiri masih bisa dijual. Hasil penjualan dibagi secara proporsional ke-pada seluruh investor.

"Jadi, sahamnya tetap ada nilainya. Tidak mungkin nol seperti saham perusahaan bangkrut," kata Tony. Selain itu untuk memperkecil risiko, investor dapat membeli REIT di banyak properti. Jadi, kalau di satu lokasi jeblok, di lokasi lain masih meraih laba.

CERMAT MEMBELI TANAH GIRIK


Hati-hati membeli tanah girik. Salah-salah malah menimbulkan masalah.

Dari: Housing Estate

Indonesia ada berbagai jenis hak atas tanah, mulai dari hak milik (HM), hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hak pengelolaan lingkungan (HPL) sampai hak pakai (HP) atau hak garap. Bukti hak atas tanah itu adalah sertifikat yang diterbitkan kantor pertanahan. Tapi, di luar itu kita juga mengenal tanah dengan status girik.

Menurut Irawan Soerodjo, notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) di Jakarta Barat, dan Pria Takari Utama, notaris dan PPAT di Depok, girik bukan bukti kepemilikan atau hak atas tanah. Girik hanya bukti pembayaran pajak atas tanah adat atau tanah garapan, atau bukti bahwa seseorang menguasai sebidang tanah garapan.

Karena itu status hukum tanah girik tidak kuat, tidak bisa diagunkan atau dijadikan jaminan utang di bank, namun bisa menjadi dasar untuk mengajukan permohonan hak atas tanah itu ke kantor pertanahan. Itulah kenapa tanah girik gampang memicu sengketa (potential dispute). Soalnya, bisa saja seseorang menguasai atau menggarapnya tapi sertifikat hak atas tanah itu atas nama orang lain.

Surat keterangan dari lurah atau kepala desa setempat mengenai riwayat penguasaan tanah, tidak bisa dijadikan bukti bahwa yang menguasai atau penggarap adalah pemilik tanah. Pasalnya, satu-satunya bukti kepemilikan tanah yang sah hanya sertifikat dari kantor pertanahan. Karena itu bila membeli tanah girik, sejumlah hal perlu Anda perhatikan agar tidak menuai persoalan di belakang hari.

Pertama, periksa girik yang dipegang penjual dan cocokkan dengan nomor yang ada di buku tanah kelurahan. Kedua, teliti secara seksama riwayat tanah dan minta surat keterangan tidak bersengketa dari kelurahan. "Tanyakan sama lurah atau camat setempat mengenai kepemilikan tanah, seperti siapa pemilik terakhimya. Kedua instansi itu punya buku tanah yang berisi daftar kepemilikan tanah di wilayahnya," kata Irawan.

Bila tanah di pinggir kota atau pedesaan, ada baiknya juga menanyakan kepada RT/RW setempat karena hubungan personal antarwarganya masih dekat, sehingga mereka tahu riwayat kepemilikan tanah di daerahnya.

Ketiga, perhatikan status penjual, apakah pemilik tunggal atau ahli waris. Untuk itu cek nama di girik apakah sesuai dengan nama penjual. "Pernah terjadi seorang anak menjual tanah bapaknya," ujar Pria. Boleh jadi tanah girik yang diperjualbelikan dimiliki lebih dari satu ahli waris. Kalau begini jual beli tanah bisa digugat ahli waris yang lain seperti banyak terjadi dalam kasus sengketa tanah.

Keempat, cek langsung ke lokasi, betulkah masih ada tanahnya atau sudah diduduki atau berpindah tangan kepada orang lain. Lihat juga apakah luasnya sesuai dengan yang tertera di girik.

Kelima, lakukan jual beli di hadapan notaris/PPAT sebagai profesional yang berwenang membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu, seperti pengalihan hak atas tanah. Jangan lupa menghadirkan lurah atau pamong desa dalam transaksi itu sebagai saksi (kecuali kalau jual beli dilakukan di hadapan PPAT yang juga merangkap camat).

Selasa, 23 Desember 2008

LIKUIDITAS

Kemana Menghilangnya Likwiditas (Uang Kertas)?
Bank-bank dan lembaga keuangan besar berjatuhan. Rata-rata karena kesulitan likwiditas. Kemana hilangnya uang kertas?

Oleh: Muhaimin Iqbal
*

Ini adalah pertanyaan awam yang muncul hampir di seluruh dunia sekarang menyangkut banyaknya bank-bank dan lembaga keuangan besar yang berjatuhan. Bank-bank dan lembaga keuangan tersebut berjatuhan rata-rata adalah karena kesulitan likwiditas.

Mengapa kesulitan likwiditas ini berlaku serentak ? bukankah namanya likwiditas seharusnya menyerupi sifat air (liquid = cairan ) yaitu kalau tidak ada di suatu tempat (bank) mestinya mengalir ketempat (bank) lain ?, kenapa krisis likwiditas selalu serentak/bersamaan...?.

Logika awamnya memang demikian, tetapi bukan logika awam ini yang berlaku di dunia perbankan dan keuangan global.

Mayoritas likwiditas dunia perbankan adalah bukan dari uang seperti yang kita kenal uang kertas dan uang logam , tetapi dari uang bank yang dihasilkan melalui suatu proses penciptaan uang (money creation) nan canggih dalam sebuah system perbankan yang disebut Fractional Reserve Banking.

Berikut illustrasinya :


Asumsikan Anda punya uang Rp 1 Milyar dan Anda taruh di Bank A, maka sebagai contoh di Indonesia Bank A hanya wajib mencadangkan 5%-nya atau Rp 50 juta. Selebihnya Rp 950 juta oleh Bank A dapat dipinjamkan ke Bank B. Karena bank B juga hanya wajib mencadangkan 5%-nya atau Rp 47.5 juta, maka dari uang pinjaman tersebut bank B dapat meminjamkan lagi ke Bank C sebesar 95%nya tau Rp 902.5 juta. Bank C kemudian meminjamkannya lagi ke Bank D, D ke E dst-dst.

Secara teoritis uang yang tadinya hanya Rp 1 Milyar melalui Fractional Reserve Banking dengan minimum reserve 5 % berpotensi menghasilkan likwiditas berupa uang bank yang besarnya 20 kali lipat atau Rp 20 Milyar.

Dampak sebaliknya juga terjadi, bila Rp 1 Milyar uang Anda tersebut Anda tarik dari Bank A – maka seluruh system perbankan berpotensi kehilangan likwiditas bukan hanya Rp 1 Milyar melainkan Rp 20 Milyar uang bank yang tercipta melalui system perbankan yang ‘brilliant’ yang disebut Fractional Reserve Banking tersebut !.

Bayangkan kalau banyak orang yang mempunyai uang seperti Anda menarik uangnya rame-rame dari perbankan, pastilah bank yang sekuat apapun akan collapse.

Jadi yang terjadi dalam krisis likwiditas global sekarang bukan karena likwiditas mengalir dari satu tempat ke tempat lain – seperti mengalirnya air, melainkan likwiditas yang tadinya memang tidak ada atau hanya ‘semu’ kembali menjadi tidak ada.

Selama system perbankan mengadopsi system Fractional Reserve Banking maka kebangkrutan satu bank akan selalu menyeret seluruh industri perbankan. Atas alasan ini negara-negara di dunia selalu mati-matian menyelamatkan Bank yang lagi bermasalah, karena kalau tidak diselamatkan dampak yang lebih buruk akan terjadi.

Inilah bedanya system keuangan perbankan ribawi dengan system Dinar. Dalam system keuangan ribawi – perbankan selalu menjadi awal musibah atau penyebab dalam setiap krisis; ingat krisis di Indonesia 97/98 dan juga krisis di Amerika saat ini.

Sebaliknya dalam sejarah keuangan berbasis Dinar, Sharf (tempat penukaran uang Dinar di zaman kekhalifahan) sering bertindak menyelamatkan negara dengan memberi pinjaman pada negara pada saat negara mengalami krisis keuangan karena perang dlsb.

Kalau sekarang saya tawarkan system Dinar untuk mengatasi krisis keuangan global yang sedang terjadi....maka para ekonom yang canggih-canggih akan mentertawakan saya; tetapi karena solusi ribawi yang mereka cari just not exist ... maka hanya waktu-lah yang akan membuktikan bahwa ketika kepepet tidak ada solusi lain – manusia akan selalu kembali ke solusi yang fitrah.

Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (QS 31:32).

Penulis Direktur Gerai Dinar. Tulisan ini adalah hasil kerjasama www.geraidinar.com dan www.hidayatullah.com
Kemana Menghilangnya Likwiditas (Uang Kertas)?
Bank-bank dan lembaga keuangan besar berjatuhan. Rata-rata karena kesulitan likwiditas. Kemana hilangnya uang kertas?

Oleh: Muhaimin Iqbal
*

Ini adalah pertanyaan awam yang muncul hampir di seluruh dunia sekarang menyangkut banyaknya bank-bank dan lembaga keuangan besar yang berjatuhan. Bank-bank dan lembaga keuangan tersebut berjatuhan rata-rata adalah karena kesulitan likwiditas.

Mengapa kesulitan likwiditas ini berlaku serentak ? bukankah namanya likwiditas seharusnya menyerupi sifat air (liquid = cairan ) yaitu kalau tidak ada di suatu tempat (bank) mestinya mengalir ketempat (bank) lain ?, kenapa krisis likwiditas selalu serentak/bersamaan...?.

Logika awamnya memang demikian, tetapi bukan logika awam ini yang berlaku di dunia perbankan dan keuangan global.

Mayoritas likwiditas dunia perbankan adalah bukan dari uang seperti yang kita kenal uang kertas dan uang logam , tetapi dari uang bank yang dihasilkan melalui suatu proses penciptaan uang (money creation) nan canggih dalam sebuah system perbankan yang disebut Fractional Reserve Banking.

Berikut illustrasinya :


Asumsikan Anda punya uang Rp 1 Milyar dan Anda taruh di Bank A, maka sebagai contoh di Indonesia Bank A hanya wajib mencadangkan 5%-nya atau Rp 50 juta. Selebihnya Rp 950 juta oleh Bank A dapat dipinjamkan ke Bank B. Karena bank B juga hanya wajib mencadangkan 5%-nya atau Rp 47.5 juta, maka dari uang pinjaman tersebut bank B dapat meminjamkan lagi ke Bank C sebesar 95%nya tau Rp 902.5 juta. Bank C kemudian meminjamkannya lagi ke Bank D, D ke E dst-dst.

Secara teoritis uang yang tadinya hanya Rp 1 Milyar melalui Fractional Reserve Banking dengan minimum reserve 5 % berpotensi menghasilkan likwiditas berupa uang bank yang besarnya 20 kali lipat atau Rp 20 Milyar.

Dampak sebaliknya juga terjadi, bila Rp 1 Milyar uang Anda tersebut Anda tarik dari Bank A – maka seluruh system perbankan berpotensi kehilangan likwiditas bukan hanya Rp 1 Milyar melainkan Rp 20 Milyar uang bank yang tercipta melalui system perbankan yang ‘brilliant’ yang disebut Fractional Reserve Banking tersebut !.

Bayangkan kalau banyak orang yang mempunyai uang seperti Anda menarik uangnya rame-rame dari perbankan, pastilah bank yang sekuat apapun akan collapse.

Jadi yang terjadi dalam krisis likwiditas global sekarang bukan karena likwiditas mengalir dari satu tempat ke tempat lain – seperti mengalirnya air, melainkan likwiditas yang tadinya memang tidak ada atau hanya ‘semu’ kembali menjadi tidak ada.

Selama system perbankan mengadopsi system Fractional Reserve Banking maka kebangkrutan satu bank akan selalu menyeret seluruh industri perbankan. Atas alasan ini negara-negara di dunia selalu mati-matian menyelamatkan Bank yang lagi bermasalah, karena kalau tidak diselamatkan dampak yang lebih buruk akan terjadi.

Inilah bedanya system keuangan perbankan ribawi dengan system Dinar. Dalam system keuangan ribawi – perbankan selalu menjadi awal musibah atau penyebab dalam setiap krisis; ingat krisis di Indonesia 97/98 dan juga krisis di Amerika saat ini.

Sebaliknya dalam sejarah keuangan berbasis Dinar, Sharf (tempat penukaran uang Dinar di zaman kekhalifahan) sering bertindak menyelamatkan negara dengan memberi pinjaman pada negara pada saat negara mengalami krisis keuangan karena perang dlsb.

Kalau sekarang saya tawarkan system Dinar untuk mengatasi krisis keuangan global yang sedang terjadi....maka para ekonom yang canggih-canggih akan mentertawakan saya; tetapi karena solusi ribawi yang mereka cari just not exist ... maka hanya waktu-lah yang akan membuktikan bahwa ketika kepepet tidak ada solusi lain – manusia akan selalu kembali ke solusi yang fitrah.

Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (QS 31:32).

Penulis Direktur Gerai Dinar. Tulisan ini adalah hasil kerjasama www.geraidinar.com dan www.hidayatullah.com

Kamis, 18 Desember 2008

BISNIS PROPERTY OPTIMIS



JAKARTA--Walaupun dunia masih menghadapi krisis finansial, namun kelompok pengembang dunia tetap optimistis bahwa penjualan apartemen dan hotel di seluruh dunia masih mempunyai prospek yang sangat cerah di masa mendatang. "Kami sangat menyadari bahwa walaupun suasana keuangan saat ini kurang ideal, kami percaya bahwa keunikan produk-produk kami yang cirinya adalah lokasi yang prima dan branding (merek-red) yang terkenal serta layanan Four Seasons, akan memberi insentif kepada pembeli premum yang selalu aktif di lingkungan pasar mana pun juga," kata CEO Las Vegas Sands Corporation Sheldon Adelson dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa.

Sheldon Adelson mengemukakan hal itu ketika menjelaskan keputusan pemerintah Makao yang menyetujui dipisahkannya Menara Four Seasons apartemen hotel dari komponen kelompok Four Seasons di Cotai Strip lainnya.

Ia mengatakan bahwa pemisahan itu secara hukum akan memungkinkan perusahaan tersebut memindahkan bangunan hotel apartemen menjadi "cooperative holding company" terpisah dan menjual bagian ini selayaknya unit apartemen dijual di kota New York maupun berbagai lokasi internasional lainnya.

Persetujuan pemerintah Makao ini akan melancarkan jalan bagi perusahaan untuk mengelola aliran dana tunai yang dihasilkan oleh "The Shoppes" di Four Seasons yang merupakan mal mewah seluas 200.000 meter persegi yang juga terletak di kelompok Four Seasons. "Rencana bisnis perusahaan adalah selalu mengantisipasi penjualan apartemen-apartemen di kondominium atau kepemilikan bersama, selain mengelola uang tunai dari mal ritel untuk 'deleverage balance sheet' atau memberikan dana tambahan yang dibutuhkan untuk pembangunan di masa mendatang," kata Adelson.

Las Vegas Sands Corporation adalah sebuah perusahaan pengembang tingkat internasional dan operator resor multiguna yang terintegrasi. The Las Vegas berpusat di Nevada, Las Vegas Amerika Serikat yang memiliki dan mengoperasikan berbagai bangunan terkenal seperti The Marina Bay sands di Singapura serta The Venetian Macao Resort-Hotel.

Ia menjelaskan pula bahwa sambil menunggu persetujuan resmi pemerintah Makao, pihaknya telah menerima berbagai pesanan selama beberapa minggu terakhir ini yang mencapai 22 persen atau 65 unit dari proyek tersebut dengan harga rata-rata lebih dari 1700 dolar AS setiap meter persegi. Pesanan ini justru datang dari orang-orang yang tinggal di luar daratan China, Hongkong serta Makao sendiri. Antara/Yto

EKONOMI MIKRO



Mikro tak Terpatahkan
By Republika Contributor
Jumat, 19 Desember 2008 pukul 10:15:00
Font Size A A A
Email EMAIL
Print PRINT
Mikro tak TerpatahkanREPUBLIKA

Sektor usaha mikro, kecil dan menengah mampu bertahan ditengah krisis global

Krisis keuangan global menumbangkan perusahaan-perusahaan raksasa di berbagai negara, dan mengancam perusahaan-perusahaan lainnya yang masih bertahan. Dampak krisis itu pun terasa di Indonesia. Berbagai perusahaan besar mengalami kesulitan likuiditas dan berada di bibir kebangkrutan, bahkan ada bank yang sudah dinyatakan bangkrut.

Kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar mengakibatkan terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). ''Di Amerika pada bulan November saja, sudah ada lebih 500 ribu orang yang di-PHK. Bank Dunia malah memperkirakan, di awal tahun depan, ada 20 juta pengangguran,'' ungkap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Palembang, Ahad (14/12.

Namun, di tengah meredupnya bisnis perusahaan-perusahaan besar akibat dampak krisis keuangan global, sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) banyak yang tetap mampu bertahan, bahkan terus berkembang. ''Sektor UMKM tak terpatahkan oleh krisis keuangan global,'' tegas pemilik jaringan bisnis Ayam Bakar Wong Solo (ABWS) Group, Puspo Wardoyo.

Dia menyebukan, ketika banyak bisnis besar berguguran, justru banyak usaha mikro, kecil dan menengah yang malah terus tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah ABWS Group, yang mencakup Ayam Bakar Wong Solo, Mie Jogja Pak Karso, Mie Kocok Bandung, Ayam Penyet Surabaya, Nasi Timbel Mang Uha, Sate Kambing Solo, Mie Ayam Kq 5 dan Steak Kq 5. ''Rata-rata setiap dua sampai tiga minggu sekali kami membuka cabang baru Mie Jogja Pak Karso, Mie Kocok Bandung maupun Ayam Penyet Surabaya,'' tuturnya.

Ia mengatakan, hingga awal Desember 2008, outlet Mie Jogja Pak Karso sudah mencapai 26 cabang, tersebar di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. ''Dalam satu tahun ini kami membuka 20 cabang Mie Jogja Pak Karso, dan kami akan terus ekspansi pada tahun depan,'' ujarnya.

Sementara itu, Mie Kocok Bandung yang baru dikembangkan dalam waktu satu tahun saat ini sudah mencapai 18 cabang, tersebar di Jawa dan Sumatera. ''Ayam Penyet Surabaya juga baru kami rintis selama satu tahun dan telah berkembang menjadi 16 cabang, baik di Jawa, Sumatera, maupun Kalimantan,'' paparnya.

Puspo mengemukakan, di era krisis seperti ini bisnis restoran besar dengan investasi miliaran rupiah kurang menjanjikan. ''Peluang terbesar ada di restoran kecil yang investasinya antara Rp 100 juta sampai Rp 150 juta,'' tandasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, bisnis makanan (restoran) yang punya peluang besar untuk dikembangkan adalah yang mengincar segmen menengah ke bawah; kapasitas usahanya kecil sehingga investasinya juga kecil; dan dekorasinya pun sederhana, sehingga kelas menengah bawah tidak sungkan datang ke sana. ''Saat ini pembeli terbesar, khususnya restoran, adalah masyarakat menengah ke bawah. Mereka kemampuan finansialnya tidak terlalu besar, tapi jumlahnya sangat banyak, puluhan juta orang. Sedangkan masyarakat menengah ke atas, kemampuan finansialnya tinggi, namun jumlahnya relatif sedikit. Selain itu, mereka itu menuntut penyajian tempat maupun standar pelayanan yang tinggi,'' ujarnya.

Daya tahan tinggi
Pemilik Country Donuts, Khoerussalim mengemukakan, UMKM mampu bertahan dalam situasi dan kondisi krisis karena semuanya serba simpel (sederhana). ''Dari dulu, UMKM itu menjadi penyelamat bangsa dan mempunyai daya tahan yang sangat kuat, karena simpel. Produksinya simpel, tenaganya simpel, bisnisnya juga simpel. Dalam bisnis UMKM, yang memproduksi saya, yang memasarkan saya, yang mendistribusikan saya, yang makan hasilnya juga saya,'' paparnya.

Namun, di balik alasan simpel tadi, ada hal substansial yang membuat UMKM mampu terus bertahan, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. ''Karena mereka harus makan. Para pelaku usaha kecil dan mikro itu berbisnis hari ini untuk makan hari ini. Kalau bisnisnya tidak berputar, mereka tidak bisa makan hari ini. Hal itulah yang membuat usaha kecil dan mikro mempunyai daya survive yang tinggi,'' tandasnya.

Khoerussalim menjelaskan, hal itu tidak hanya berlaku di Indonesia. ''Di mana-mana, usaha kecil dan mikro itu sama. Mereka harus bisa bertahan, karena mereka harus makan,'' katanya.

Berbeda halnya dengan perusahaan-perusahaan besar. Para pemiliknya mengembangkan usaha bisnis bukan untuk makan, melainkan untuk eksistensi. ''Karena itu mereka melakukan berbagai hal untuk meningkatkan eksistensi dirinya, antara lain melalui portofolio saham,'' jelasnya.

KEKUATAN EKONOMI BARU DUNIA

judul : CHINDIA: How China and India
Are Revolutionizing Global Business
Editor : Pete Engardio
Penerbit : McGraw Hill, April 2007
Tebal : 384 Halaman


Beberapa tahun terakhir, China dan India (Chindia) telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa sehingga menarik perhatian banyak pihak.

Dalam buku ini Anda akan mengerti model pertumbuhan yang digunakan masing-masing negara, prediksi ke masa yang akan datang, dan tantangan atau masalah yang masih harus dihadapi kedua negara dalam mengembangkan ekonominya.

Dibahas juga dampak pertumbuhan Chindia terhadap keunggulan bersaing negara maju, khususnya AS hingga strategi apa yang dapat dilakukan AS untuk mengatasi dampak akibat pertumbuhan kedua negara tersebut.

China punya kemampuan memobilisasi modal dan tenaga kerjanya dan berhasil meningkatkan pendapatan per kapita sebesar tiga kali dalam satu generasi dan mengurangi kemiskinan bagi 300 juta orang.

Sedangkan India yang mewarisi budaya Inggris berhasil mendirikan pusat-pusat penelitian dan pengembangan yang berpengaruh besar dalam perkembangan inovasi global.

Perusahaan-perusahaan multinasional seperti Google, HP, GM, Boeing, dan lain-lain memiliki pusat riset mereka di India. Beberapa ilmuwan India bahkan menduduki posisi penting di perusahan-perusahaan tersebut.

Dampak pertumbuhan ekonomi kedua negara ini terhadap dunia menjadi signifikan karena terjadi bersamaan. Jika saja keduanya menyatu, Chindia bakal jadi satu kekuatan penting.

India dengan risetnya diprediksi akan menyusul Jerman menjadi negara dengan ekonomi ketiga terbesar di dunia dalam waktu 30 tahun mendatang.

Penulis buku ini mengawali buku ini dengan menjelaskan perbedaan fundamental kedua negara, dalam aspek investasi, kekuatan pasar, kekuatan industri, dan budaya bisnis.

China bertumpu pada investor asing, India swadaya. China membuka bagi investor asing, sedangkan India lebih terbatas karena lebih mengandalkan kekuatan domestik.

Investor asing menyebabkan China memiliki infrastruktur yang modern dan baik, sementara India sangat tertinggal dibandingkan China.

Peran Pemerintah sangat kuat di China, sedangkan India mengandalkan perusahaan swasta. Kuatnya kendali pemerintah terhadap bisnis menyebabkan bisnis di China memerlukan hubungan baik atau koneksi.

Kemampuan manajerial China terbatas, karena sebagian besar pejabat perusahaan negara merupakan birokrat, sedangkan perusahaan swasta dipimpin oleh entrepreneur dengan pengalaman bisnis terbatas.

Dengan membandingkan model yang digunakan kedua negara, penulis memperkirakan India akan memiliki keunggulan yang berkelanjutan dibandingkan China.

Walaupun saat ini kinerja China lebih maju dibandingkan India, tetapi dalam jangka panjang diperkirakan India akan menyusul prestasi China dalam lima tahun mendatang.

China diprediksi sudah akan mencapai puncak pertumbuhan ekonominya (8,8%) dan selanjutnya akan turun sampai 7% pada 2020, dan 4% (2040), sementara India akan meningkat menjadi 7,3% (2010) dan 7% sampai pertengahan 2030.

Jika AS saja begitu memantau Chindia, maka Indonesia tentu harus bersiap-siap jika tidak semua sektor yang terbiasa bermanja-manja bakal kelabakan digulung kekuatan baru ini. Siapkah kita?

Bisnis Indonesia

Rabu, 17 Desember 2008

KERUGIAN NEGARA DARI PAJAK

Penggelapan Pajak Rugikan Negara Hingga Rp 1,5 Triliun
[Koran Tempo - 29-Nov-2007]


JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan terus mengusut dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan. Hingga bulan ini, Direktorat Jenderal Pajak sedang menyelesaikan 46 kasus dengan potensi kerugian negara sekitar Rp 1,586 triliun.

Direktur Intelijen dan Penyelidikan Direktorat Jenderal Pajak M. Tjiptardjo mengatakan sekitar 25 orang sudah ditahan dan 8 kasus sudah divonis di pengadilan. Kasus ini di luar dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri Grup.

Kepala Subdirektorat Penyidikan Direktorat Intelijen dan Penyidikan Pontas Pane mengatakan, jika dijumlahkan dengan kerugian sementara penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri, negara dirugikan hingga Rp 2,8 triliun.

Modus yang dilakukan sebagian besar dengan menerbitkan faktur pajak fiktif atau menggelapkan omzet. "Mereka mengecilkan omzet dan biaya sehingga neraca rugi labanya seperti normal," kata Pontas.

Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak akan mengenakan sanksi bagi pembeli faktur pajak fiktif. "Kami juga akan kejar sebagai tersangka," katanya. Selama ini pembeli faktur pajak fiktif jarang dikenai sanksi.

Dia juga menyesalkan vonis pengadilan yang sering kali tak sebanding dengan kerugian negara. Dia mencontohkan kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh Susanto Wijaya dengan kerugian Rp 76 miliar, sedangkan vonisnya hanya 1 tahun 7 bulan penjara dan denda Rp 10 juta. "Sebagai penyidik, kami tidak bisa intervensi dan menjunjung tinggi putusan pengadilan," katanya.

Tentang kasus penggelapan pajak Asian Agri, Pontas menyebutkan sudah ada kemajuan. Namun, dia enggan menjelaskannya. "Nanti saja kalau semuanya sudah selesai," katanya.

Saat ini Ditjen Pajak masih mengungkap kasus dugaan penggelapan pajak yang menimpa kelompok usaha Raja Garuda Mas itu. Nilai kerugian negara yang berhasil diungkap mencapai Rp 1,3 triliun. Sekitar 8 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ditjen Pajak menyatakan angka kerugian dan jumlah tersangka masih bisa bertambah lagi karena penyidikan belum tuntas.



Gunanto ES

Selasa, 02 Desember 2008

Raksasa Tidur Yang Malas Bangkit


12/05/2008 23:31:55 WIB
Oleh Hari Gunarto dari http://www.madani-ri.com
JAKARTA, Investor Daily

Memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional 20 Mei, Investor Daily mengulas kinerja berbagai sektor ekonomi, juga di bidang politik dan hukum. Tulisan disajikan berseri mulai 12 Mei hingga 18 Mei.

Masihkah relevan kah kita bermimpi bahwa Indonesia bakal menjadi kekuatan ekonomi terbesar keenam atau ketujuh di dunia dalam beberapa dekade ke depan, sebagaimana diramalkan sejumlah lembaga ternama? Di manakah posisi Indonesia ketika seluruh negara di dunia kini sibuk membangun fondasi dan pilar ekonomi domestiknya?

Selamat kah negeri ini dari arus pusaran krisis energi dan pangan global, ketika fundamental makro dan sektor finansial yang menjadi benteng terakhir mulai rapuh? Ke mana hiruk pikuk reformasi yang meletihkan ini bakal berujung?

Sederet pertanyaan itu layak kita renungkan saat bangsa Indonesia tengah memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Sebuah rentang usia yang mestinya membuat negeri ini memiliki performa jauh lebih spektakuler dari yang dicapai sekarang.

Nyatanya, Indonesia masih dibekap belenggu yang sama, berkubang dalam lumpur masalah klasik serupa. Bangsa ini masih digayuti tingginya angka kemiskinan, pengangguran, kesenjangan ekonomi, ancaman krisis ekonomi kedua, iklim investasi yang kurang kondusif, merajalelanya pungutan liar yang memicu high cost economy, otonomi yang kontraproduktif, ketidakpastian hukum, budaya korupsi yang menggurita, reformasi birokrasi yang lamban, dan segunung persoalan kronis lain.

Masih Tertinggal

Bila memotret berbagai indikator ekonomi yang ada, Indonesia tampak semakin tertinggal dibanding bangsa lain. Sebut saja dalam indeks daya saing global, Indonesia berada di peringkat 54 dunia, kalah dari Filipina, India, dan Tiongkok. Dalam hal kemudahan berbisnis, Indonesia hanya menempati urutan 123, kalah dari negara ‘ecek-ecek’ macam Papua Nugini, Sri Lanka, Banglades, dan Pakistan.

Untuk indeks daya saing pariwisata, kita hanya mencapai peringkat ke-80, di bawah Sri Lanka, India, Malaysia, dan Thailand. Indonesia masih tak lepas dari cap negeri korup. Dari 179 negara yang disurvei Transparency International, RI terkorup nomor 10.

Dalam berbagai indikator ekonomi, prestasi Indonesia tergolong lamban, sementara banyak negara tetangga membuat lompatan mengagumkan. Termasuk negara-negara senasib yang dilanda krisis 1997/98, banyak yang performanya kini lebih impresif ketimbang Indonesia.

“Negara tetangga yang kena krisis cepat bangkit karena diobati dengan benar, sedangkan kita salah terapi,” ungkap Direktur Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa.

Bila kita tarik ke tahun 1990, PDB per kapita Indonesia mencapai US$ 699. Pada 2007, nilainya mencapai US$ 1.946 atau naik 178%. Tiongkok, yang PDB per kapitanya pada 1990 baru separuh Indonesia, yakni US$ 339, kini menembus US$ 2.460 atau melonjak 625%. Untuk periode yang sama, PDB per kapita Korea Selatan meningkat 219%, sedangkan Malaysia 185,5%. Dari sisi nominal, PDB negara-negara itu jauh di atas Indonesia.

Perkembangan ekspornya juga mengagumkan. Ekspor Malaysia melonjak 500% (dari US$ 29 miliar menjadi US$ 176,9 miliar). Nilai ekspor Tiongkok bahkan meroket hingga 1.861%, dari US$ 62 miliar menjadi US$ 1.218 miliar. Sedangkan Indonesia naik dari US$ 25,5 miliar menjadi US$ 114 miliar atau naik 347%.

Prestasi paling mencengangkan adalah cadangan devisa. Tiongkok per 2007 mengantungi devisa US$ 1.528 miliar (naik 5.062% dari tahun 1990). Malaysia naik 995% menjadi US$ 102 miliar. Sedangkan Indonesia baru memiliki cadangan devisa US$ 59 miliar.

Distorsi Politik-Ekonomi

Para ekonom, pengamat, dan pengusaha yang dihubungi Investor Daily membeberkan berbagai analisis kenapa geliat ekonomi Indonesia begitu lamban. Purbaya berpendapat, biang keladinya adalah kebijakan saat Indonesia diterpa krisis 1997. Dia menilai penanganan kebijakan fiskal dan moneternya keliru. Hal itu menyeret kurs, sektor perbankan, dan sektor riil hancur sekaligus.

Menurut Sekretaris Menteri Negara PPN/Sestama Bappenas Syahrial Loetan, Indonesia tengah mengalami perubahan besar di segala bidang yang disebut big bang. ”Tak ada negara di dunia yang mengalami reformasi sekaligus. Untung kita utuh tak tercerai berai,” tuturnya.

Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat menilai, pembangunan ekonomi pascareformasi tidak dilakukan secara konsisten. ”Ada distori-distorsi politik dan ekonomi yang membuat kebijakan ekonomi tidak jalan. Selama 10 tahun ini, ada pergantian empat presiden, tapi yang dikorbankan sektor ekonomi,” tutur Hidayat.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Sandiaga Uno. Dia berharap para pemimpin menyepakati dulu gambaran besar kebijakan ekonomi. ”Ini PR besar bangsa ini. Ingat, sebelum krisis, negara kita adalah salah satu macan Asia,” tegasnya.

Kini, saat dunia dilanda krisis energi dan pangan, Indonesia gagal memanfaatkan momentum. Potensi sumber alam di bidang energi dan pertanian yang berlimpah ruah tak tergarap maksimal. ”Padahal, kenaikan harga komoditas dan energi ini sebetulnya keuntungan bagi kita sebagai negara yang kaya SDA,” kata Sandiaga.

Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menyebut booming harga minyak dan tambang hanya dinikmati pengusaha di sektor tersebut. ”Yang jelas, sejak reformasi, kualitas hidup masyarakat memburuk. Tingkat kesehatan buruk. Mutu pendidikan tak jauh berbeda dari 10 tahun lalu,” ungkapnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, Indonesia masih harus membangun berbagai hal. “Itu misi kami sebagai pembuat keputusan, pelaku ekonomi, dan masyarakat untuk membangun Indonesia seperti yang dimaui,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rahasa mengatakan, pemerintah telah membuat banyak kemajuan dibandingkan dengan 10 tahun lalu. Indonesia telah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan per kapita, produksi domestik bruto serta devisa telah melampaui US$ 50 miliar.

Mensinergikan Kekuatan

Meski dicengkeram aneka persoalan pelik dan akut, Indonesia berpotensi menjadi kekuatan ekonomi tangguh dunia yang disegani. Berbagai kalangan meyakini bahwa Indonesia adalah raksasa tidur, namun tergolong lamban dan malas untuk bangkit dari keterpurukan.

Para ekonom sependapat, bahwa di atas kertas, mimpi Indonesia bakal menjadi kekuatan ekonomi dunia nomor enam atau tujuh sebagaimana diramalkan beberapa lembaga bisa menjadi realita. Goldman Sach, bank investasi papan atas AS, memprediksi Indonesia menjadi kekuatan nomor tujuh di dunia setelah Tiongkok, AS, India, Brasil, Meksiko, dan Rusia. Indonesia masuk dalam gerbong E-7 (The Emerging Seven), yang bakal mengungguli kekuatan ekonomi negara-negara maju G-7.

Bahkan, PricewaterhouseCoopers (PwC) menempatkan Indonesia peringkat keenam ekonomi dunia setelah AS, Tiongkok, India, Jepang, dan Brasil pada 2050. Menurut Yayasan Indonesia Forum — beranggotakan pengusaha dan ekonom ternama –Indonesia bakal masuk jajaran lima besar (the big five) ekonomi dunia pada 2030 dengan pendapatan per kapita US$ 18.000. Pada saat itu, sedikitnya 30 perusahaan Indonesia diharapkan masuk daftar Fortune 500 Companies.

Untuk menuju ke sana, ada berbagai prasyarat yang meski ditempuh. Agenda mendesak yang perlu dituntaskan adalah mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Kalangan ekonom mendesak pemerintah memperbesar anggaran untuk infrastruktur dan proyek-proyek padat karya. Janji land reform dengan membagi 9,6 juta ha lahan harus segera direalisasikan. Pemberdayaan UMKM harus diakselerasi.

Purbaya Yudhi Sadewa minta pemerintah investasi besar-besaran di bidang sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan. ”Ini penting untuk persiapan 20-30 tahun ke depan,” kata dia.

Hal lain yang harus dilakukan adalah koordinasi antara pusat dan daerah. Pemerintah harus tegas memangkas perda bermasalah. Paket-paket kebijakan yang sudah diterbitkan harus diimplementasikan agar tercipta iklim investasi yang kondusif. Segala bentuk hambatan investasi mutlak harus dikikis. ”Kebijakan pemerintah sudah probisnis, cuma lemah di implementasi,” kata MS Hidayat.

Strategi dan pemetaan berbagai sektor unggulan harus dijalankan secara konsisten. Sebagai contoh, di sektor industri, Kadin Indonesia telah menetapkan sepuluh klaster industri unggulan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri maju dan bangsa niaga tangguh pada 2030. Sektor energi, tambang, dan agribisnis yang diprediksi tetap berjaya di masa depan, perlu digarap intensif dan didorong menjadi industri yang bernilai tambah tinggi.

Dekan Fakultas Ekonomi UI Bambang Brojonegoro menilai, perlu komitmen para pemimpin dan elite untuk mensinergikan berbagai kekuatan yang dimiliki Indonesia. “Penduduk kita besar. Demikian juga SDA dan keindahan alamnya. Potensi luar biasa itu harus dioptimalkan,” tuturnya.

Penegakan hukum juga menjadi pembuka jalan bagi kepesatan ekonomi. Pengalaman empiris banyak negara mengajarkan betapa menjadikan hukum sebagai panglima bakal menorehkan hasil luar biasa dalam kemajuan ekonomi. Singapura, Tiongkok, dan Finlandia adalah potret negara yang pesat perekonomiannya karena gigih memberangus korupsi. Paul Krugman, ekonom dunia dengan teori-terori hebat, pernah berpesan, jika Indonesia ingin segera recovery dari krisis, hal pertama yang harus dilakukan adalah penegakan hukum.

Para ekonom dan pengusaha sepakat bahwa Indonesia memiliki seperangkat modal dasar, yang bila kekuatannya diintegrasikan akan mampu membawa kemakmuran bangsa. Resultan elemen-elemen kekuatan yang kini terserak laksana mozaik akan menghasilkan sinergi, sehingga Indonesia mampu mengejar ketertinggalannya. (raj/nur/idi)

Minggu, 23 November 2008

Kobe Beef

Oleh: Rhenald Kasali
sumber http://www.geocities.com/big_bang_inspiration/rhenald.htm
Minggu lalu saya mampir di Osaka untuk mengantarkan mahasiswa program doktoral kami, Putu Ary Suta, untuk melakukan presentasi makalah ilmiahnya di Kobe University. Selain itu, bersama Rektor UI, hari itu kami menandatangani kesepakatan kerjasama untuk membangun semacam aliansi antara program kami dengan Kobe. Dengan begitu, kita bisa saling melakukan pertukaran pengetahuan, saling mengirim pengajar maupun mahasiswa dalam melakukan riset dan bimbingan. Dari Kobe, saya dengan team berangkat ke Puerto Rico dan Illinois untuk melakukan penjajakan kerjasama. Kalau tak ada halangan, dalam waktu dekat akses pada universitas-universitas terkemuka akan semakin terbuka bagi mahasiswa kita.

Ada banyak hal menarik yang secara akademik dapat saya ceritakan. Apalagi di Puerto Rico kami bertemu dengan ahli strategic management yang memperkenalkan konsep-konsep baru. Di sana ada Richard D'aveny yang menulis buku Hypercompetition , Pangkaj Gemawat, Bala Chaknavati, dan sebagainya. D'aveny bahkan berjanji tahun depan akan mampir ke UI untuk memberikan ceramah. Tetapi yang menarik perhatian saya tentu saja bukan melulu hal-hal yang bersifat ilmiah. Di Jepang, dalam suatu jamuan makan malam, kolega saya, Prof. Frutani, yang sudah 30 tahun bekerja untuk Sumitomo malah mempersoalkan bagaimana Jepang eksis dalam menghadapi persaingan secara praktis. Ia tak lagi bercerita tentang Sony, Matsushita, atau Toyota melainkan Kobe Beef.

Kobe Beef adalah daging sapi yang dibuat tanpa strategi, katanya. Kami memang sempat mencicipinya, dan Masya Allah, sulit sekali mempercayainya. Dagingnya enak dan lembut sekali. Di sebuah restoran kecil di Kobe, kebetulan tamunya hanya team kami saat itu, sehingga saya bebas menggali segala sesuatu tentangnya. Menurut si pemilik, daging Kobe dikenal karena sapinya minum beer. Sulit saya mempercayainya karena harga sebotol beer sangat mahal.

Betul, awalnya adalah suatu kebetulan. Seseorang menawarkan memberi minum beer kepada pemilik sapi. Konon sebelum era Edo, orang-orang Jepang dilarang makan hewan berkaki empat. Mereka cuma makan hasil laut, ayam dan burung-burungan. Tapi ketika Jepang membuka diri dan orang-orang asing berdatangan, mereka mulai berkenalan dengan sapi karena mereka ingin makan daging. Mereka mulai memperdagangkan daging sapi. Tetapi suatu ketika, seorang pemilik pabrik minuman ingin memberikan beernya kepada sapi-sapi tetangganya dan ternyata sapi-sapi itu doyan pula. Lama-lama pemilik pabrik beer itu ikut-ikutan membeli sapi dan memeliharanya. Karena sayang dengan sapi-sapi itu, ototnya dipijat-pijat setiap hari. Belakangan diketahui pijatan-pijatan itu mampu membuat sapi menjadi relaks dan otot-ototnya tidak kaku. Dan ketika disembelih, baru ketahuan betapa nikmatnya daging sapi yang minum beer dan dipijat setiap hari.

Tapi benarkah Kobe Beef dibuat tanpa strategi? Tentu saja tidak 100%. Asosiasi usaha di era sekarang, secara konseptual disebut Michael Porter sebagai Institute for Collaboration (IFC). Dalam konsep cluster, IFC punya peran yang sangat besar merumuskan strategi. Kalau perusahaan-perusahaan bisnis dikelola dengan sangat baik, tetapi IFC dan negaranya malas, competitiveness yang dimiliki oleh suatu badan usaha akan menjadi sangat pincang. Akibatnya, mereka bisa pindah mencari lokasi di daerah atau negara-negara lain yang pemerintahannya juga kompetitif. Di Kobe, pemerintah daerah bersama-sama dengan IFC segera menciptakan strategi itu. Dalam buku terbarunya (Trout on Strategy) , Jack Trout menandaskan, “Strategy is all about being different” . Selain itu ia juga menandaskan bagaimana suatu product dibuat dapat juga dijadikan unsur pembeda yang penting. IFC di Kobe mengambil peran itu. Salah satunya adalah menciptakan standard quality . Untuk disebut sebagai Kobe Beef, mereka menyepakati 18 checking points,/i>. Mereka memeriksa kelembutan, tekstur, warna, kadar air, dan sebagainya. Begitu salah satu tidak terpenuhi, ia tidak dapat dijual sebagai Kobe Beef dan harganya jatuh sebagai komoditi. Tahu berapa harga sepotong daging steak Kobe Beef? Benar, harganya bisa tujuh hingga sepuluh kali lipat daging biasa. Maka kala tak cukup punya uang, jangan sekali-kali memesannya, bisa pusing kepala.
Saya memikirkan ribuan produk-produk hasil alam buatan Indonesia yang semakin hari harganya semakin terpuruk di sini. Tidak adakah cara bagi kita untuk memperbaiki daya saingnya dengan hal-hal seperti di atas?

KONSEP UANG DAN MODAL DALAM ISLAM

Monday, 21 April 2008
Konsep Uang dan Modal dalam Islam

Ikhwan Abidin Basri (Pembantu Ketua STEI Tazkia)

Uang kertas yang lazim digunakan di zaman sekarang disebut fiat money. Dinamakan demikian karena kemampuan uang untuk berfungsi sebagai alat tukar dan memiliki daya beli tidak disebabkan karena uang tersebut dilatarbelakangi oleh emas.
Dulu uang memang mengikuti standar emas (gold standard). Namun rezim ini telah lama ditinggalkan oleh perekonomian dunia pada pertengahan dasa warsa 1930-an (Inggris meninggalkannya pada tahun 1931 dan seluruh dunia telah meninggalkannya pada tahun 1976). Kini uang kertas menjadi alat tukar karena pemerintah menetapkannya sebagai alat tukar. Sekiranya pemerintah mencabut keputusannya dan menggunakan uang dari jenis lain, niscaya uang kertas tidak akan memiliki nilai sama sekali.

Banyak kalangan yang ragu-ragu atau bahkan tidak tahu hukum uang kertas ditinjau dari sisi syariah. Ada yang berpendapat bahwa uang kertas tidak berlaku riba, sehingga kalau orang berutang Rp. 100.000,00 kemudian mengembalikan kepada pengutang sebanyak Rp. 120.000,00 dalam tempo tiga bulan, maka tidak termasuk riba. Mereka beranggapan bahwa yang berlaku pada zaman Nabi SAW adalah uang emas dan perak dan yang diharamkan tukar-menukar dengan kelebihan adalah emas dan perak, karena itu uang kertas tidak berlaku hukum riba padanya. Jawabannya dapat kita cari dari penjelasan yang lalu bahwa mata uang bisa dibuat dari benda apa saja, termasuk kulit unta, kata Umar bin Khattab. Ketika benda itu ditetapkan sebagai mata uang sah, maka barang itu berubah fungsinya dari barang biasa menjadi alat tukar dengan segala fungsi turunannya. Jumhur ulama sepakat bahwa illat dalam emas dan perak yang diharamkan pertukarannya kecuali serupa dengan serupa, sama dengan sama, oleh Rasulullah SAW adalah karena “tsumuniyyah” , yaitu barang-barang tersebut menjadi alat tukar, penyimpan nilai di mana semua barang ditimbang dan dinilai dengan nilainya.

Karena uang kertas secara de facto dan de jure telah menjadi alat pembayaran sah, sekalipun tidak dilatarbelakangi lagi oleh emas, maka kedudukannya dalam hukum sama dengan kedudukan emas dan perak yang pada waktu Alquran diturunkan merupakan alat pembayaran yang sah. Karena itu riba belaku pada uang kertas. Uang kertas juga diakui sebagai harta kekayaan yang harus dikeluarkan zakat dari padanya. Zakatpun sah dikeluarkan dalam bentuk uang kertas. Begitu pula ia dapat dipergunakan sebagai alat untuk membayar mahar.

Modal dalam Perspektif Islam

Modal yang dalam bahasa Inggrisnya disebut capital mengandung arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang diperlukan bukan untuk memenuhi secara langsung keinginan manusia tetapi untuk membantu memproduksi barang lain yang nantinya akan dapat memenuhi kebutuhan manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan (Lihat, William N. Loucks and J. Weldon Hoot, Lihat, William N. Loucks and J. Weldon Hoot, Comparative Economic Systems, hal. 19 Comparative Economic Systems Lihat, William N. Loucks and J. Weldon Hoot, Comparative Economic Systems, hal. 19, hal. 19). Secara fisik terdapat dua jenis modal yaitu fixed capital dan circulating capital. Fixed capital seperti gedung-gedung, mesin-mesin atau pabrik-pabrik,; yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati tidak berkurang eksistensi substansinya. Adapun circulating capital seperti: bahan baku dan uang ketika manfaatnya dinikmati, substansinya juga hilang. Perbedaan keduanya dalam syariah dapat kita lihat sebagai berikut. Modal tetap pada umumnya dapat disewakan, tetapi tidak dapat dipinjamkan (qardh). Sedangkan modal sirkulasi yang bersifat konsumtif bisa dipinjamkan (qardh) tetapi tidak dapat disewakan. Hal itu karena ijarah dalam Islam hanya dapat dilakukan pada benda-benda yang memiliki karakteristik, substansinya dapat dinikmati secara terpisah atau sekaligus. Ketika sebuah barang disewakan, maka manfaat barang tersebut dipisahkan dari yang empunya. Ia kini dinikmati oleh penyewa, namun status kepemilikannya tetap pada si empunya. Ketika masa sewa berakhir, barang itu dikembalikan kepada si empunya dalam keadaan seperti sediakala.

Uang tidak memiliki sifat seperti ini. Ketika seseorang menggunakan uang, maka uang itu habis. Kalau ia menggunakan uang itu dari pinjaman, maka ia menanggung utang sebesar jumlah yang digunakan dan harus mengembalikan dalam jumlah yang sama (mitsl) bukan substansinya (a’in).

Return on Capital

Dari uraian di atas nyatalah bahwa barang modal yang masuk dalam kategori tetap seperti kendaraan, mobil, bangunan, atau kapal akan mendapatkan return on capital dalam bentuk upah sewa jika transaksi yang dipergunakan adalah ijarah. Di samping itu barang-barang modal ini dapat juga mendapatkan return on capital dalam bentuk bagian dari laba (profit) jika transaksi yang dipergunakan adalah musyarakah atas dasar kaidah “Suatu barang yang dapat disewakan, maka barang tersebut dapat dilakukan musyarakah atasnya.” Ini telah dilakukan oleh kaum muslimin dari zaman dulu misalnya dalam transaksi muzara’ah. Dalam akad ini si empunya tanah menyediakan tanah untuk digarap oleh penggarap. Keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini dibagi dua sesuai dengan kesepakatan, misalnya 50:50.

Berbeda dengan fixed capital, circulating capital (dalam hal ini uang) tidak akan mendapatkan return on capital dalam bentuk upah sewa seperti dalam ijarah. Karena uang dalam Islam bukan komoditas yang bisa disewakan atau dijualbelikan dengan kelebihan. Ia dibutuhkan sebagai alat tukar saja. Tetapi ia memiliki return on capital bila dikembangkan dalam bentuk akad mudharabah. Ia juga dapat dipinjamkan (qardh) tetapi tidak diperbolehkan pengembaliannya melebihi pokoknya. Kelebihan demikian masuk dalam kategori riba. Wallahu a’lam bis-Shawab.

Kamis, 06 November 2008

ROTI BUSUK MANAGEMENT - GEDE PRAMA-

DARI:http://lenterahati.wordpress.com
Di sebuah perusahaan Jepang yang mengundang saya sebagai nara sumber, seorang eksekutif puncaknya sempat berargumen lama tentang sinyalemen yang saya sebut dengan berfikir ala kaca spion. Berjalan ke depan namun senantiasa melihat ke belakang.

Saya bisa memaklumi, kalau banyak rekan dari Jepang yang tidak setuju dengan hal terakhir. Secara lebih khusus, karena mereka sudah memiliki tradisi yang lama dan panjang tentang kegemaran mengutak-atik data yang telah lewat. Jangankan mengambil keputusan, bermain golf saja mereka disertai dengan data- data score cards masa lalu. Dalam bingkai berfikir ala kaca spion ini, satu- satunya cara untuk bisa hidup di hari ini, dan selamat di hari esok adalah dengan jalan mempelajari apa yang sudah lewat.

Ini semua mengingatkan saya, pada keyakinan-keyakinan yang ditanamkan secara berlebihan oleh kaum empiris dalam ilmu pengetahuan. Manajemen, melalui sejumlah tokohnya seperti Taylor yang menciptakan scientific management, juga terkena sindroma kaca spion. Kelompok Aston yang menjadi salah satu cikal bakal pendekatatan kontingensi - yang memiliki banyak sekali penganut sampai sekarang dalam dunia manajemen - juga membangun argumennya di atas kaca spion. Diktum ’structure follows strategy’ yang pernah dikemukakan seorang guru besar Harvard, serta memiliki penganut sampai sekarang, juga dibangun di atas tumpukan data masa lalu yang mengagumkan. Administrative Science Quarterly- sebuah jurnal manajemen berpengaruh yang diterbitkan MIT, dan penulisnya kebanyakan bergelar Ph.D sangat kuat diwarnai oleh penelitian-penelitian empiris yang amat mereka banggakan.

Nah, sekarang saya ingin membawa persoalan ini ke dalam pengandaian makan roti. Semua orang saya yakin - termasuk Taylor, kelompok Aston, Alfred Chandler serta pananggung jawab Administrative Science Quarterly - lebih menyukai roti yang fresh from the oven. Tidak ada yang mau memakan roti busuk hasil simpanan bertahun-tahun lalu.

Mirip dengan makan roti, manajemen yang lahir dari kumpulan data masa lalu, tidak membuat kepala manusia menjadi fresh. Tidak tertutup kemungkinan, malah membuat kepala kita menjadi roti busuk yang tidak berguna. Ini bisa terjadi - sebagaimana sudah sering saya tulis - karena semakin sedikit sejarah yang muncul dalam bentuk pengulangan. Sebagaimana sebuah pepatah Cina : ‘we can not step into the same river twice’. Sebab, sebagaimana sungai, kehidupan setiap detik berganti.

Sayang seribu sayang, di manapun orang belajar manajemen secara formal, senantiasa dihadapkan pada ribuan kaca spion. Ada kaca spionnya Drucker, Porter, Kotler, Ohmae, Mintzberg dan ribuan kaca spion sejenis. Bila kaca spion ini dibuat di tahun 1990-an masih mending. Tidak sedikit yang lapuk karena ditulis di tahu 50-an.

Tidak heran kalau Robert M.Pirsig - penulis novel Zen and The Art of Motorcycle Maintenance yang disebut Time sebagai unforgetable trip - pernah menulis : ‘Isaac Newton ia a very good ghost. One of the best. Your common sense is nothing more than the voices of thousands and thousands of these ghost from the past’.

Dengan demikian, tidak hanya manajemen yang dirasuki ‘hantu’ masa lalu. Semua sendi-sendi ilmu pengetahuan - meminjam argumen Pirsig - juga dirasuki oleh ‘hantu-hantu’ terakhir.

Anda tentu saja bertanya, kalau demikian kemana kita harus menoleh ? Terus terang, saya memang bukan pemegang bola kristal yang langsung bisa menunjuk sebuah jurus atau kiat. Di kolom ini, tugas saya lebih dekat dengan upaya menggoyahkan apa yang telah mapan dan membelenggu. Untuk kemudian, kembali ke dunia pengamatan yang segar dan jernih.

Memang, ada banyak cara untuk sampai ke tataran fresh mind. Namun, sangat penting untuk membersihkan fikiran dari ‘kotoran-kotoran’ masa lalu. Saya memilih untuk menantang dan mempertanyakan semua otoritas masa lalu - termasuk otoritas yang saya pernah buat sendiri.

Seorang peserta seminar dalam topik Crazy Times Call For Crazy People, pernah bertanya ke saya tentang skenario ke depan. Jawaban warasnya, siap-siaplah kita berhadapan dengan perekonomian yang dibangun di atas perusahaan-perusahaan skala menengah. Jawaban ‘gila’-nya - dan ini yang lebih saya rekomendasikan - berfikirlah keluar dari segala bentuk skenario. Dalam dunia fresh mind, tidak diperlukan skenario. Apa lagi skenario ‘jika-maka’. Yang ada hanyalah melihat tanpa mengkerangkakan. Mengutip sebuah pepatah Zen, sebesar apapun telunjuk yang digunakan untuk menunjuk bulan, tetap tidak akan bisa mewakili wajah bulan yang sebenarnya. Demikian juga dengan skenario.

Meminjam argumen guru meditasi saya di Inggris sana : ‘jumping into the unknown, dying from all the pasts and future ideals, live the present just as they are’.

Jadi, diperlukan keberanian untuk melompat ke wilayah fikiran yang tidak diketahui. Mati dari masa lalu dan idealitas masa depan. Serta hidup di masa kini sebagaimana adanya.

Kembali ke pangandaian semula tentang makan roti, inilah yang saya sebut dengan roti manajemen yang fresh from the oven. Bukan roti majajemen busuk yang sudah lama membuat kita terkejut, terkaget dan hidup asing dari masa kini yang senantiasa segar.

Ah, ini hanyalah sekumpulan fikiran yang kerap disebut utopis oleh sejumlah orang - terutama kaum empiris. Mereka yang membenci ketidakjelasan ini, bahkan menyebut saya makar dan provokator. Namun, dibandingkan dimakari dan diprovokator oleh kecenderungan, saya lebih memilih untuk memprovokator dan memakari fikiran-fikiran saya sendiri.

Konosuke Matsushita, Thomas J. Watson, Bill Gates, Abraham Lincoln, Mahatma Gandhi, Lady Diana, Ibu Theresa, Cory Aquino, Winston Churchill adalah sebagian kecil dari deretan manusia yang menjadi provokator dan tukang makar bagi fikiran-fikirannya sendiri.http://www.blogger.com/img/blank.gif
Tambah Gambar

Anda juga saya harapkan bisa menjadi provokator dan tukang makar tidak hanya bagi fikiran Anda, tetapi juga bagi fikiran gombal yang menjadi fundamen tulisan ini. Tanpa itu, kita hanya mengulangi sejarah manajemen yang berjalan sudah amat lama dan panjang : memakan roti busuk.

Gede Prama

Senin, 03 November 2008

PEMBENTUKAN MENTAL

Beberapa waktu yang lalu sebuah klub sepak bola Inggris bertandang ke Indonesia untuk mengisi waktu liburan, ketika itu pemain terbaik klub tersebut ditarik ke negara masing-masing untuk mengikuti pertandingan Piala Eropa 2008. Meski tanpa pemain terbaiknya, bahkan pemain yang ada main asal-asalan, ternyata bisa menang telak melawan Tim Nasional Indonesia yang menurunkan seluruh pemain terbaiknya dan bermain habis-habisan. Kekalahan telak itu telah dialami secara beruntun dengan negara manapun.

Sebenarnya kekalahan Tim Indonesia itu terjadi justeru sejak di luar lapangan sudah mengalami kekalahan, tidak hanya itu suporter yang datang juga tidak berharap timnya menang, mereka hanya ingin melihat pemain Eropa yang selama ini hanya disaksikan lewat televisi. Artinya penonton sendiri juga telah kalah di luar lapangan, dengan menyadari akan kelemahan bahkan rendahnya kualitas kesebelasannya.

Sementara di laga Piala Eropa bisa kita saksikan beberapa negara kecil dengan sistem persepakbolaannya yang tidak cukup maju bisa menggilas raksasa sepak bola, seperti Kroasia menggasak Jerman, Swis menyingkirkan Inggris dari pertandingan bergengsi Eropa ini. Turki bisa menjungkalkan Polandia. Ini tidak lain karena mental mereka telah dibina, tidak hanya mental pemain, tetapi juga mental para pengurus sepak bola nasionalnya. Ini karena pemerintahnya memang memiliki mental baja demikian juga rakyatnya memiliki optimisme menjadi juara.

Sememntara bangsa kita semakin hari semakin dihinggapi mental inlander. Justru semakin terpelajar menjadi semakin inlander. Mereka mengangap bangsa kulit putih Eropa sebagai segalanya, dan harus tunduk, tidak hanya secara politik, tetapi juga secara budaya. Kelompok terpelajar baik yang ada di perguruan tinggi, media massa, militer dan politik hanya mau mendengar pendapat para konsultan asing, sama sekali mengabaikan kemampuan bangsa sendiri. Ketakutan pada bangsa bule sangat kelihatan, pelayanan terhadap mereka selalu diutamakan, sementara bangsa sendiri dinomorduakan.

Sejak masa kebangkitan hingga masa perjuangan kemerdekaan sampai masa awal kemerdekaan yang dilakukan oleh para aktivis pergerakan adalah membangun mental rakyata atau bangsa Indonesia yang dikenal dengan character building (pembentukan karakter) agar mereka sadar sebagai bangsa yang terhormat, bukan bangsa budak. Dengan kesadaran sebagai bangsa yang bermartabat itu mereka berani menuntut keadilan dan menuntut kemerdekaan dan memperjuangkannya dengan penuh risiko.

Hanya bangsa yang memiliki karakter yang bisa berdiri setara dengan bangsa lain, selama masih bermental inlander maka bangsa ini tidak bisa memperoleh kemajauan, walaupun pendidikan telah menyebar luas. Sebab nantinya setelah belajar mereka hanya akan menjadi buruh atau pelayan. Tidak menjadi majaikan bagi bangsanya sendiri.

Dengan memiliki mental merdeka, bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar dan disegani, sebab mereka bisa menentukan nasib sendiri, berani mengambil keputusan sendiri sesuai dengan aaspirasi rakyat dan bangsanya. Tidak lagi didikte oleh bangsa lain yang ingin merebut kekuasaan dan kekayaan negara. Dengan kemandirian itu bangsa ini akan menjadi bangsa yang disegani, karena bisa mendiri tidak hanya secara politik tetapi juga bisa mandiri secara ekonomi. Kemandirian itu bisa dimiliki kalau memang punya mental mandiri.

Selama ini Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan sumber daya manusia, tetapi para pemimpinnya selalu meminta batuan kemana-mana. Setiap menjalankan program tidak pernah dibiayai dan dilaksanakan sendiri, tetapi selalu mengutang atau digadaikan pada bangsa lain. Bahkan untuk mendidik bangsanya sendiri dilakukan dengan mengemis beasiswa pada bangsa lain. Untuk menjalankan roda politik dan pemerintahan juga meminta dana pada bangsa lain. Tidak berusaha mendanai sendiri, agar punya kemandirian dalam mengambil keputusan. Mental pengemis, mental calo sudah terlalu dalam menjangkiti bangsa kita, tidak hanya kalangan pemimpin politik, tetapi telah menjangkiti semua level kepemimpinan, masyarakat dan budaya.

Pembentukan mental yang mandiri, tegas, mau berkorban dan bermoral. Dan tidak kalah pentingnya mesti memiliki mental pemimpin dan mental juara, ini merupakan kunci pembangunan bangsa ini. Karena itu semestinya pendidikan nasional diarahkan ke sana. Sementara ini pendidikan nasional masih diarahkan pada penciptaan tenaga kerja, sehingga mengabaikan perbaikan moral dan pembentukan mental bangsa. Reorientasi pendidikan nasional menjadi sangat mendesak guna membangun bangsa ini. Karena dalam lembaga pendidikan itulah nilai-nilai, pengabdian, kejujuran dan perjuangan diwariskan dan disebarluaskan kepada seleuruh warga bangsa.

Dari permainan kesebelasan itu kita bisa mengambil ibarat, mengambil pelajaran dan contoh, bagaimana dengan mental baja yang penuh perjuangan sebuah kesebelasan dari negara yang tidak diunggulkan, tetapi mampu mengimbangi negara raksasa, bahkan diantaranya mampu mengalahkan secara telak.

Untuk meperoleh kemajuan dan kemenagan pertama kali yang harus dibangun adalah mentalnya, dari situ kemudian timbul semangat berjuang, karena memiliki harapan dan memilikimpeluang untuk maju, untuk menang. Kalau dulu kita tidak dibekali semangat juang, tidak dibekali pengorbanan, tentu tidak akan menjadi bangsa merdeka. Tetapi mental mandiri, mental merdeka dan perjuangan itu mulai redup, karena itu eksistensi kita juga ikut redup. Itu yang perlu dibenahi saat ini dengan upaya membangun kembali mental bangsa melalui pendidikan, melalui lembaga politik dan lembaga kebudayaan termasuk dengan menggunakan lembaga keagamaan. (Abdul Mun’im DZ)

Rabu, 29 Oktober 2008

Prinsip Robert Kiyosaki - di Indonesia

Menguji Prinsip Investasi Kiyosaki di Indonesia

Oleh: IR. TONY EDDY, MBA, MSC

Beberapa waktu lalu Jakarta dihebohkan seminar Robert T. Kiyosaki yang intinya megajarkan kita menjadi kaya raya. Uang yang bekerja untuk kita, bukan sebaliknya. Begitu indahnya slogan tersebut hingga ribuan orang menghadiri seminar di Jakarta Convention Center itu. Banyak dari mereka yang berprofesi sebagai agen asuransi, agen properti, broker saham, bahkan juga terlihat tokoh pemasaran Hermawan Kartajaya.

Inti yang diajarkan adalah bagaimana mengelola cash flow. Apapun bisnis atau properti yang kita miliki, arus cash mftwharus lebih besar daripada cash outflow. Jadi kalau kita membeli properti, harus langsung menghasilkan income, agar setiap bulannya kita tidak perlu merogoh kocek untuk membayar KPR/KPA. Bahkan kalau mungkin masih ada kelebihan dari uang sewa.



BEBERAPA PRASYARAT

Ide tersebut berhasil dilakukan di negara-negara yang mempunyai beberapa kondisi pembiayaan dengan prasyarat-prasyarat di bawah ini.

Pertama, tersedianya KPR/KPA dengan bunga rendah dan stabil untuk jangka 25-30 tahun, serta hasil sewanya (rentalyield) lebih tinggi dari bunga kredit.

Di Amerika Serikat dan Kanada, bunga KPR/KPA 5-6 persen per tahun. Sementara rental yield-nya 10-12 persen per tahun. Selain itu, tenor atau jangka waktu pelunasan pinjaman sampai 30 tahun. Maka hasil sewa per bulannya cukup bahkan berlebih untuk membayar cicilan.

Di Indonesia, bunga KPR/KPA 12-15 persen per tahun, sementara rental yield-nya 6-10 persen. Selain itu, tenornya maksimum 15 tahun. Sehingga hampir mustahil pemilik akan mendapatkan positive cash flow dari investasi properti-nya, kecuali uang mukanya minimum 50 persen.

Kedua, bank enggan membiayai konsumen yang jujur mengatakan akan menyewakan propertinya. Karena risikonya dinilai tinggi. Padahal jika properti laku disewakan, tentu si pemilik akan berjuang mati-matian agar 'mesin uang' nya itu tidak disita bank.

Ketiga, sistem pajak properti kita berbeda dengan di AS atau Kanada. Di sana konsumen bisa menunda membayar pajak pembelian selama mungkin. Selain itu, jika propertinya dijual, hanya dikenakan pajak kenaikan harga atau capital gain fexsaja. Malahan bunga KPR/KPA yang dibayar bisa diperhitungkan sebagai biaya, sehingga capital gain tax menjadi lebih kecil.

Di Indonesia tidak bisa seperti itu. Setiap kali membeli properti, kita sudah pasti kena pajak BPHTB 5 persen, kemudian kalau kita jual juga kena 5 persen pajak SSP, tidak peduli kita untung atau rugi.

Keempat, sebagian besar bank di AS dan Kanada sudah terbiasa dengan refinancing. Jadi kalau harga properti naik cukup tinggi, demikian pula dengan harga sewanya, kita bisa minta bank untuk merefinancing KPR. Kita dapat menaikkan plafon kredit, sehingga selisih plafon kredit bisa dikantongi sebagai penghasilan tambahan yang bebas pajak. Di Indonesia, jarang sekali ada bank yang melakukannya.

Kelima, di AS dan Kanada banyak yang berhasil menjadi kaya dengan membeli apartemen atau rumah, karena sewanya cukup tinggi, yield-nya 10-12%. Misalnya, rumah seharga US$120,000 bisa disewakan US$1.000 per bulan. Di sana, sewa sebesar itu sangat wajar dan banyak yang mampu membayarnya. Pelayan McDonald dengan bayaran US$7 per jam pun mampu

Selasa, 28 Oktober 2008

Leadership - Rhenald Kasali

Yang kita bicarakan adalah soal kepemimpinan. Maklum, ada demikian banyak orang yang sudah merasa menjadi pemimpin kala sebuah tanda jabatan disematkan di dadanya, dan ia dilantik oleh pejabat di atasnya. Sementara itu sehari-hari, ia hanya memimpin dengan sebuah buku, yaitu buku peraturan. Ia hanya mau tanda tangan dan menyetujui kegiatan kalau “rule” nya ada di buku. Kata orang ia adalah orang yang jujur dan taat perintah. Praktis hampir tak pernah ada kesalahan yang ditimpakan kepadanya, karena ia adalah orang yang benar-benar taat aturan.

Mereka jumlahnya cukup banyak, dan tentu saja benar bahwa mereka adalah pemimpin, namun yang membedakan mereka dengan yang lain tentu adalah tipenya, sebab untuk menjadi pemimpin dibutuhkan lebih dari sekedar aturan, melainkan juga terobosan dan respek. Sebuah organisasi bisa saja tertib dan teratur, tetapi bisa saja ia mati karena peraturan terlambat merespons perubahan, dan peraturan yang ada bukan lagi diadakan untuk manusia, melainkan manusia untuk peraturan. Lama-lama pemimpin ini akan menjadi tampak seperti orang-orang parisi yang membuat seakan-akan agama diadakan untuk Tuhan, bukan untuk manusia.

Supaya tidak membingungkan, John Maxwell membuat peringkat yang disebut pemimpin. Orang yang dibicarakan di atas benar adalah pemimpin, tetapi baru sekedar pemimpin di atas kertas, yaitu pemimpin level satu. Pemimpin yang sempurna adalah pemimpin level 5, yang disebut Kang Jalal dan Robby Djohan sebagai Spiritual Leader, yaitu pemimpin yang dituruti, karena direspeki. Dengan demikian ada 5P-nya pemimpin yang akan Saya bahas di sini, yaitu Position, Permission, Production, People Development, dan Personhood. Masing-masing “P” tersebut akan berpasangan dengan produknya, yang disebut Maxwell sebagai 5R, yaitu Rights, Relationships, Results, Reproduction dan Respect.

Pada pemimpin level 1, seseorang dituruti semata-mata karena posisinya. Ia duduk di sana karena ia memegang hak tertulis (rights). Orang-orang mengikutinya, karena suatu keharusan. Celakanya, semakin lama ia berada di posisi itu akan semakin mundur organisasi. Organisasi akan ditinggalkan oleh karyawan-karyawan kelas satunya yang menyukai terobosan dan laku di pasar. Sementara itu morale kerja merosot drastis dan image sebagai organisasi yang disegani tak lagi terdengar, malah sebaliknya.

Pemimpin ini sebaiknya segera memperbaiki diri. Ia bisa menapak naik ke level dua, yang disebut permission (sedikit di atas otoritas). Ia tidak melulu mengacu pada peraturan tertulis, melainkan mulai menghargai orang-orang yang melakukan terobosan sebagai warna yang harus diterima. Orang-orang pun senang dan menerima kepemimpinannya bukan lagi semata-mata karena rights, melainkan relationship. Mereka mengikuti karena mereka menghendakinya. Tetapi kalau cuma sekedar relationship saja, dan orang-orang merasa senang maka ia bisa menjadi pemimpin yang populis, yang anak-anak buahnya tidak terpacu untuk maju.

Oleh karena itu, idealnya seorang pemimpin naik lagi ke level tiga, yaitu maju dengan kompetensi dan memberi hasil yang dapat dilihat secara kasat mata. “P” ketiga ini disebut Production, dan orang-orang di bawahnya mau mengikuti kepemimpinannya karena Results, yaitu hasil nyata yang tampak pada kesejahteraan mereka dan kemajuan organisasi. Pemimpin pun senang karena pekerjaannya dengan mudah diselesaikan oleh orang-orang yang dedikatif, bekerja karena momentum. Biasanya level tiga ini berdampingan atau tipis sekali batasnya untuk melompat ke level empat. Ini hanya soal kemauan berbagi saja dan relatif tidak sulit karena hasilnya ada dan bukti-buktinya jelas. “P” ke 4 ini disebut People Development dan hasilnya diberi nama Reproduction. Pemimpin level 4 adalah pemimpin langka yang bukan cuma sekedar memikirkan nasibnya sendiri, melainkan juga nasib organisas! i. Ia tidak rela sepeninggalnya ia dari organisasi, lembaga itu mengalami kemunduran, maka kalau ia tak bisa memilih sendiri pengganti-penggantinya, ia akan memperkuat manajer-manajer di bawahnya agar siapapun yang menjadi pemimpin organisasi akan terus bergerak maju ke depan. Tentu saja tidak mudah mendeteksi pemimpin tipe ini selain dari apa yang ia lakukan untuk mengembangkan calon-calon pemimpin. Biasanya kita baru bisa menyebut Anda berada pada level empat kalau Anda sudah pensiun, sudah tidak duduk di sana lagi. Pada waktu Anda meninggalkan kursi Anda, maka baru bisa kita lihat apakah orang-orang yang dihasilkan benar-benar mampu meneruskan kemajuan atau malah mundur. Tentu saja maju-mundurnya organisasi paska kepemimpinan Anda sangat ditentukan oleh pemimpin berikutnya, tetapi kita dapat membedakan dengan jelas siapa yang membuat ia maju atau mundur.

Kepemimpinan level 5 ini oleh Jim Collins disebut sebagai pemimpin dengan professional will dan strategic humility. Jalaludin Rakhmat menyebutnya sebagai Spiritual Leader yang tampak dari perilaku-perilakunya yang merupakan cerminan dari pergulatan batin dalam jiwanya (inner voice). Orang-orang seperti ini tidak mencerminkan kebengisan, melainkan ketulusan hati. Ia bisa saja mengalami benturan-benturan, tetapi semua itu bukanlah kehendaknya pribadi. Orang yang baik hati seperti Gandhi saja toh ternyata juga dicaci maki dan dibunuh, tetapi satu hal yang jelas, ia diikuti oleh banyak orang karena dirinya dan apa yang ia suarakan. Mereka patuh karena respek. Mereka tahu persis bahwa bahaya terbesar akan terjadi kala mereka mulai populis, yaitu ingin disukai semua orang ketimbang direspeki. Selamat memimpin!

Cost of Capital -



Oleh Heru Narwanto - majalah Housing Property

Senang. Begitu kira-kira yang dirasakan saudara-saudara kita ketika memiliki rumah baru. Terlepas apakah rumah itu benar-benar baru atau rumah setengah pakai. Salah satu yang membuat senang adalah terbebas dari membayar biaya rutin tahunan kepada pemilik rumah: uang sewa.

Begitupun yang baru membeli rumah kedua, ketiga, keempat. Perasaan senang itu tetap ada, walaupun kadarnya sedikit berkurang. Senang, karena merasa makin kaya. Betul. Rumah adalah salah satu bentuk kekayaan. Memiliki banyak rumah berarti semakin banyak kekayaan.

Yang kadang terlewat dipikirkan, setiap Anda memiliki tambahan kekayaan, sebenarnya pada saat yang sama Anda sedang mengundang tambahan biaya. Bukan biaya untuk membeli kekayaan itu. Untuk memiliki rumah pasti Anda harus mengeluarkan biaya, Rp400 juta misalnya. Bukan Rp400 juta itu yang dimaksud di sini. Tapi, biaya per tahun yang harus Anda tanggung setelah memiliki rumah tersebut. Dalam jargon ekonomi disebut cost of capital. Semoga Anda ingat konsep ini.

Begini, kalau uang Rp400 juta itu tidak Anda belikan rumah dan dibiarkan saja di bank, tentu setahun kemudian uang tersebut menghasilkan bunga. Misalnya, bunga setelah pajak 6%. Maka, dengan memiliki rumah itu Anda kehilangan kesempatan memperoleh penghasilan bunga Rp24 juta. Bunga, itulah komponen pertama cost of capital.

Komponen kedua: biaya perawatan, perbaikan, utilitas, yang mungkin kisarannya Rp1 juta sebulan, yang berarti Rp12 juta setahun atau 3% dari harga rumah. Komponen ketiga pajak (PBB), yang jumlahnya cukup murah sekitar Rp400 ribu atau 0,1% dari harga rumah. Komponen keempat, asuransi yang besarnya bervariasi tergantung jenis pertanggungannya. Kita ambil yang sedang saja, 1% atau Rp4 juta. Komponen kelima, penyusutan rumah sekitar 2% atau Rp8 juta.

Jika dijumlahkan 24+12+0,4+4+8 sama dengan Rp48,4 juta. Angka ini selanjutnya dikurangi potensi keuntungan dari peningkatan harga rumah dalam setahun. Angkanya mungkin sekitar 8% setelah pajak BPHTB. Dalam rupiah berarti Rp32 juta.

Kini Anda selesai memperkirakan cost of capital atas rumah Anda, yaitu Rp48,4 juta – Rp32 juta sama dengan Rp16,4 juta, atau sekitar 4,1% dari nilai rumah. Itulah biaya Anda memiliki rumah seharga Rp400 juta selama setahun. Apakah rumah itu Anda huni sendiri atau disewakan, tetap saja Anda menanggung biaya tersebut. Beberapa komponen cost of capital seperti asuransi, perawatan, perbaikan, utilitas, PBB adalah biaya-biaya kasat mata yang memang harus Anda keluarkan dari dompet. Sementara biaya bunga, biaya penyusutan, dan keuntungan jika dijual kembali, tidak kasat mata, tidak benar-benar keluar dari dompet Anda, tapi tetap harus diperhitungkan karena sejatinya Anda menanggungnya.

Kini Anda dapat menghitung cost of capital atas kekayaan Anda yang lain. Kalau Rp400 juta tadi Anda belikan apartemen, beberapa komponen biaya seperti perawatan, perbaikan, utilitas, asuransi dan penyusutan perlu disesuaikan. Jumlahnya tentu lebih tinggi dari rumah tinggal. Perhitungannya mungkin: bunga 6%; perawatan, perbaikan, utilitas 5%; asuransi 2%; penyusutan 3%; PBB 0,1%. Total 16,1%. Setelah dikurangi peningkatan harga jika dijual kembali 8%, cost of capital apartemen Anda adalah 8,1% atau Rp32,4 juta. Sekali lagi, apakah apartemen itu Anda huni sendiri atau disewakan, tetap saja Anda menanggung biaya memiliki apartemen itu. Cost of capital.

Jika rumah atau apartemen disewakan, cost of capital tadi dapat Anda alihkan kepada penyewa. Karena itu supaya tidak merugi, harga sewa yang Anda tetapkan minimal sebesar cost of capital tadi. Coba Anda tengok hitung-hitungan di atas. Cost of capital rumah Rp400 juta itu Rp16,4 juta. Selanjutnya lihat harga sewa rumah Rp400 jutaan di pasaran, sekitar Rp16 juta juga, bukan? Lihat juga cost of capital apartemen Rp400 juta itu, yaitu Rp32,4 juta. Kemudian lihat harga sewa apartemen Rp400 jutaan di pasaran, sekitar Rp32 juta juga, bukan? Demikianlah, konsep-konsep ilmu ekonomi membantu kita dalam mengambil keputusan sehari-hari dengan lebih baik.

Sekarang Anda juga dapat menghitung berapa cost of capital memiliki mobil Rp150 juta. Silakan hitung. Bunga 6%, pajak 1%, asuransi 3%, perawatan/perbaikan Rp1 juta per bulan atau 8% per tahun, penyusutan 6%. Jumlahnya 25%. Jumlah itu seharusnya dikurangi dengan peningkatan nilai mobil. Kenyataannya, harga jual mobil itu setahun kemudian biasanya malah turun, misalnya sekitar 8%. Maka, cost of capital mobil Rp150 juta itu 25% + 8% sama dengan 32%. Jika dirupiahkan Rp48juta! Itulah biaya yang harus Anda tanggung per tahun dari mobil Rp150 juta. Sebagian kita mungkin tidak menyadarinya. Makin mewah mobil yang kita miliki, makin tinggi cost of capital-nya.

Tentunya kini Anda juga dapat menganalisis kenapa perusahaan tempat Anda bekerja, terutama perusahaan besar/asing, lebih memilih menyewa mobil kijang Rp4 juta per bulan atau Rp48 juta pertahun, ketimbang membelinya. Juga kenapa perusahaan itu memilih memberi voucher taxi Rp100 ribu per hari daripada membelikan Anda mobil.