Rabu, 24 Desember 2008

CERMAT MEMBELI TANAH GIRIK


Hati-hati membeli tanah girik. Salah-salah malah menimbulkan masalah.

Dari: Housing Estate

Indonesia ada berbagai jenis hak atas tanah, mulai dari hak milik (HM), hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hak pengelolaan lingkungan (HPL) sampai hak pakai (HP) atau hak garap. Bukti hak atas tanah itu adalah sertifikat yang diterbitkan kantor pertanahan. Tapi, di luar itu kita juga mengenal tanah dengan status girik.

Menurut Irawan Soerodjo, notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) di Jakarta Barat, dan Pria Takari Utama, notaris dan PPAT di Depok, girik bukan bukti kepemilikan atau hak atas tanah. Girik hanya bukti pembayaran pajak atas tanah adat atau tanah garapan, atau bukti bahwa seseorang menguasai sebidang tanah garapan.

Karena itu status hukum tanah girik tidak kuat, tidak bisa diagunkan atau dijadikan jaminan utang di bank, namun bisa menjadi dasar untuk mengajukan permohonan hak atas tanah itu ke kantor pertanahan. Itulah kenapa tanah girik gampang memicu sengketa (potential dispute). Soalnya, bisa saja seseorang menguasai atau menggarapnya tapi sertifikat hak atas tanah itu atas nama orang lain.

Surat keterangan dari lurah atau kepala desa setempat mengenai riwayat penguasaan tanah, tidak bisa dijadikan bukti bahwa yang menguasai atau penggarap adalah pemilik tanah. Pasalnya, satu-satunya bukti kepemilikan tanah yang sah hanya sertifikat dari kantor pertanahan. Karena itu bila membeli tanah girik, sejumlah hal perlu Anda perhatikan agar tidak menuai persoalan di belakang hari.

Pertama, periksa girik yang dipegang penjual dan cocokkan dengan nomor yang ada di buku tanah kelurahan. Kedua, teliti secara seksama riwayat tanah dan minta surat keterangan tidak bersengketa dari kelurahan. "Tanyakan sama lurah atau camat setempat mengenai kepemilikan tanah, seperti siapa pemilik terakhimya. Kedua instansi itu punya buku tanah yang berisi daftar kepemilikan tanah di wilayahnya," kata Irawan.

Bila tanah di pinggir kota atau pedesaan, ada baiknya juga menanyakan kepada RT/RW setempat karena hubungan personal antarwarganya masih dekat, sehingga mereka tahu riwayat kepemilikan tanah di daerahnya.

Ketiga, perhatikan status penjual, apakah pemilik tunggal atau ahli waris. Untuk itu cek nama di girik apakah sesuai dengan nama penjual. "Pernah terjadi seorang anak menjual tanah bapaknya," ujar Pria. Boleh jadi tanah girik yang diperjualbelikan dimiliki lebih dari satu ahli waris. Kalau begini jual beli tanah bisa digugat ahli waris yang lain seperti banyak terjadi dalam kasus sengketa tanah.

Keempat, cek langsung ke lokasi, betulkah masih ada tanahnya atau sudah diduduki atau berpindah tangan kepada orang lain. Lihat juga apakah luasnya sesuai dengan yang tertera di girik.

Kelima, lakukan jual beli di hadapan notaris/PPAT sebagai profesional yang berwenang membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu, seperti pengalihan hak atas tanah. Jangan lupa menghadirkan lurah atau pamong desa dalam transaksi itu sebagai saksi (kecuali kalau jual beli dilakukan di hadapan PPAT yang juga merangkap camat).

Tidak ada komentar: