OkeZone, 24 Desember 2008
JAKARTA - Di tengah krisis likuiditas yang membuat kian terbatasnya anggaran pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak datang sebagai ?messias' yang membawa kabar gembira.
Pasalnya, realisasi penerimaan pajak tahun ini diperkirakan bakal menembus Rp595,6 triliun atau meningkat 40 persen ketimbang tahun sebelumnya yang sebesar Rp425,4 triliun.
Artinya, raihan tersebut akan tercatat dengan tinta emas sebagai penerimaan pajak yang tertinggi sepanjang sejarah. Di mana tahun-tahun sebelumnya, peningkatan penerimaan pajak hanya berkisar 19-20 persen.
Tak heran, jika Ditjen Pajak tetap memancarkan nada optimisme jelang akhir tahun, walaupun diakui mereka, target yang diberikan negara tahun ini merupakan angka tertinggi. Penyebabnya adalah apalagi kalau bukan angka realisasi penerimaan pajak netto Ditjen Pajak hingga November 2008 yang mencapai sebesar Rp508,4 triliun atau sekitar 95,13 persen dibanding target dalam APBN Perubahan 2008 yang sekitar Rp534,5 triliun.
Persentase tersebut jauh lebih baik ketimbang persentase penerimaan pajak pada periode yang sama tahun 2007 yang hanya sekitar 83,35 persen. Sejumlah faktor ditenggarai menjadi penyebab meningkatnya penerimaan pajak, seperti kenaikan harga komoditas dan reformasi kelembagaan yang berdampak kepada kesadaran dan kepatuhan wajib pajak.
Kenaikan harga komoditas, meskipun diakui, sempat membuat pemerintah mengernyitkan kening karena subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi kian gemuk. Namun, di sisi lain, kenaikan harga tersebut bisa membuat penerimaan pajak meroket tajam.
Hal tersebut dapat diketahui dari realisasi penerimaan pajak netto selama semester satu 2008 yang mencapai Rp265,18 triliun atau tumbuh 50,78 persen ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut, tidak lain karena adanya kenaikan harga minyak di pasar dunia. Naiknya harga minyak tersebut berbanding lurus dengan Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas) yang meningkat menjadi Rp34,35 triliun.
Meskipun masih jauh dibandingkan dengan pajak lain, namun PPh migas itu mampu mendongkrak penerimaan lebih dari setengah target penerimaan pajak tahun ini. Prestasi penerimaan semester satu yang bagus tersebut, sempat membuat Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution optimis bakal mencatatkan realisasi penerimaan pajak dalam negeri tahun ini sebesar Rp609,2 triliun seperti yang ditargetkan pemerintah dalam prognosa Rancangan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) 2008, sebelum akhirnya target tersebut diubah menjadi Rp580,2 triliun. Pertimbangannya kala itu adalah pergerakan harga komoditas yang belum menunjukkan gelagat akan turun.
Sayangnya, booming harga komoditas tersebut tidak berlangsung lama. Memasuki semester dua 2008, Harga minyak dunia terus mengalami penurunan, setelah sempat mencatatkan rekor tertinggi di atas USD147 per barel pada Juli. Kendati demikian, penurunan harga minyak dunia tersebut tidak lantas membuat upeti Ditjen Pajak menurun.
Karena hal tersebut bisa ditutupi dari perolehan pajak badan. Menurut Darmin sebagian besar pendapatan pajak di Indonesia kini masih berasal dari pajak badan. Hal tersebut menjadi bukti bahwa sejauh ini program reformasi yang terus dilakukan Ditjen Pajak ternyata memberikan pengaruh signifikan.
Sejak enam tahun lalu, Ditjen pajak melakukan reformasi administrasi perpajakannya. Struktur kelembagaan yang sebelumnya berorientasi pada jenis pajak diubah menjadi berorientasi kepada fungsi, yakni pelayanan dan pemeriksaan.
Dengan perubahan tersebut, saat ini petugas yang melayani wajib pajak tidak bisa menjadi pemeriksa pajak. Upaya menetralisir aparat pajak dari praktik korupsi dilakukan dengan cara mengurangi intensitas pertemuan antara penarik pajak (fiscus) dengan wajib pajak Bukan rahasia umum, dimasa lalu, Ditjen pajak dianggap menjadi salah satu institusi yang korup di Indonesia. Sehingga tak heran kalau kerugian negara dari praktik penyelewengan pajak mencapai triliunan rupiah.
Meskipun penekanan kepatuhan pajak saat ini masih difokuskan pada dunia usaha, bukan berarti potensi penerimaan pajak perorangan akan diabaikan. Ke depan, Ditjen Pajak akan mulai menggenjot potensi penerimaan pajak perorangan dengan mewajibkan masyarakat dengan pendapatan diatas Rp15,86 juta untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tahun ini saja, Ditjen pajak menargetkan, masyarakat yang menjadi wajib pajak mencapai 6,8 juta orang.
"Target tersebut optimistis dapat dicapai karena didukung oleh kebijakan sunset policy," ucap Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian, Ditjen Pajak, Hartoyo.
Kalau ambisi untuk menggali potensi penerimaan pajak perorangan bisa menjadi kenyataan, bukan tidak mungkin, itu akan memermudah pencapaian peningkatan penerimaan Ditjen Pajak tahun ini sebesar 40 persen atau tertinggi sepanjang sejarah. Kalau sudah begitu, kita tinggal menunggu dan berharap, pencapaian gemilang tersebut bisa memberikan efek menetes ke bawah (trickles down effect) berupa kesejahteraan rakyat banyak
Rabu, 24 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar