
Mikro tak Terpatahkan
By Republika Contributor
Jumat, 19 Desember 2008 pukul 10:15:00
Font Size A A A
Email EMAIL
Print PRINT
Mikro tak TerpatahkanREPUBLIKA
Sektor usaha mikro, kecil dan menengah mampu bertahan ditengah krisis global
Krisis keuangan global menumbangkan perusahaan-perusahaan raksasa di berbagai negara, dan mengancam perusahaan-perusahaan lainnya yang masih bertahan. Dampak krisis itu pun terasa di Indonesia. Berbagai perusahaan besar mengalami kesulitan likuiditas dan berada di bibir kebangkrutan, bahkan ada bank yang sudah dinyatakan bangkrut.
Kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar mengakibatkan terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). ''Di Amerika pada bulan November saja, sudah ada lebih 500 ribu orang yang di-PHK. Bank Dunia malah memperkirakan, di awal tahun depan, ada 20 juta pengangguran,'' ungkap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Palembang, Ahad (14/12.
Namun, di tengah meredupnya bisnis perusahaan-perusahaan besar akibat dampak krisis keuangan global, sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) banyak yang tetap mampu bertahan, bahkan terus berkembang. ''Sektor UMKM tak terpatahkan oleh krisis keuangan global,'' tegas pemilik jaringan bisnis Ayam Bakar Wong Solo (ABWS) Group, Puspo Wardoyo.
Dia menyebukan, ketika banyak bisnis besar berguguran, justru banyak usaha mikro, kecil dan menengah yang malah terus tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah ABWS Group, yang mencakup Ayam Bakar Wong Solo, Mie Jogja Pak Karso, Mie Kocok Bandung, Ayam Penyet Surabaya, Nasi Timbel Mang Uha, Sate Kambing Solo, Mie Ayam Kq 5 dan Steak Kq 5. ''Rata-rata setiap dua sampai tiga minggu sekali kami membuka cabang baru Mie Jogja Pak Karso, Mie Kocok Bandung maupun Ayam Penyet Surabaya,'' tuturnya.
Ia mengatakan, hingga awal Desember 2008, outlet Mie Jogja Pak Karso sudah mencapai 26 cabang, tersebar di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. ''Dalam satu tahun ini kami membuka 20 cabang Mie Jogja Pak Karso, dan kami akan terus ekspansi pada tahun depan,'' ujarnya.
Sementara itu, Mie Kocok Bandung yang baru dikembangkan dalam waktu satu tahun saat ini sudah mencapai 18 cabang, tersebar di Jawa dan Sumatera. ''Ayam Penyet Surabaya juga baru kami rintis selama satu tahun dan telah berkembang menjadi 16 cabang, baik di Jawa, Sumatera, maupun Kalimantan,'' paparnya.
Puspo mengemukakan, di era krisis seperti ini bisnis restoran besar dengan investasi miliaran rupiah kurang menjanjikan. ''Peluang terbesar ada di restoran kecil yang investasinya antara Rp 100 juta sampai Rp 150 juta,'' tandasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, bisnis makanan (restoran) yang punya peluang besar untuk dikembangkan adalah yang mengincar segmen menengah ke bawah; kapasitas usahanya kecil sehingga investasinya juga kecil; dan dekorasinya pun sederhana, sehingga kelas menengah bawah tidak sungkan datang ke sana. ''Saat ini pembeli terbesar, khususnya restoran, adalah masyarakat menengah ke bawah. Mereka kemampuan finansialnya tidak terlalu besar, tapi jumlahnya sangat banyak, puluhan juta orang. Sedangkan masyarakat menengah ke atas, kemampuan finansialnya tinggi, namun jumlahnya relatif sedikit. Selain itu, mereka itu menuntut penyajian tempat maupun standar pelayanan yang tinggi,'' ujarnya.
Daya tahan tinggi
Pemilik Country Donuts, Khoerussalim mengemukakan, UMKM mampu bertahan dalam situasi dan kondisi krisis karena semuanya serba simpel (sederhana). ''Dari dulu, UMKM itu menjadi penyelamat bangsa dan mempunyai daya tahan yang sangat kuat, karena simpel. Produksinya simpel, tenaganya simpel, bisnisnya juga simpel. Dalam bisnis UMKM, yang memproduksi saya, yang memasarkan saya, yang mendistribusikan saya, yang makan hasilnya juga saya,'' paparnya.
Namun, di balik alasan simpel tadi, ada hal substansial yang membuat UMKM mampu terus bertahan, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. ''Karena mereka harus makan. Para pelaku usaha kecil dan mikro itu berbisnis hari ini untuk makan hari ini. Kalau bisnisnya tidak berputar, mereka tidak bisa makan hari ini. Hal itulah yang membuat usaha kecil dan mikro mempunyai daya survive yang tinggi,'' tandasnya.
Khoerussalim menjelaskan, hal itu tidak hanya berlaku di Indonesia. ''Di mana-mana, usaha kecil dan mikro itu sama. Mereka harus bisa bertahan, karena mereka harus makan,'' katanya.
Berbeda halnya dengan perusahaan-perusahaan besar. Para pemiliknya mengembangkan usaha bisnis bukan untuk makan, melainkan untuk eksistensi. ''Karena itu mereka melakukan berbagai hal untuk meningkatkan eksistensi dirinya, antara lain melalui portofolio saham,'' jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar