
Cara Bertahan dan Fleksibilitas
SUMBER:WWW.SEPUTARINDONESIA.COM
OLEH: RHENALD kHASALI, ph.D
Sunday, 17 May 2009
KRISIS finansial yang saat ini melanda pasar global berpengaruh langsung pada performa dunia bisnis di Indonesia.Banyak pelaku bisnis dipaksa merevisi target awalnya setelah melihat begitu besar pengaruh krisis global ini terhadap berbagai sektor perekonomian.
Di lain pihak, krisis juga merupakan waktu yang tepat bagi perusahaan untuk mengevaluasi manajemen bisnis. Sebuah perusahaan mau tak mau harus mengukur kembali kekuatan sebenarnya serta melihat titik lemahnya. Jika sebuah perusahaan mampu melihat plus-minus kekuatan yang dimiliki, terbuka kemungkinan melewati krisis. Proses mengenali kekuatan berdampak positif pada perencanaan bisnis.Tentu saja,upaya yang dilakukan bertujuan menjaga core bisnisnya tetap bernapas.
Pakar manajemen Renald Kasali menyebutkan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan perusahaan agar bisa bertahan dan tumbuh di saat krisis.Pertama,perusahaan harus memiliki seorang pemimpin yang bagus. Sepak terjang seorang pemimpin merupakan kunci perusahaan agar bisa bertahan. Jika kebijakan yang dikeluarkan bagus, sangat mungkin mempermudah perusahaan melewati krisis. Renald menyebutkan, masih banyak perusahaan di Indonesia yang sistem regenerasi kepemimpinannya jelek, terutama di beberapa badan usaha milik negara (BUMN).
Hal ini terjadi karena terkadang dalam proses regenerasi direksi maupun komisaris, lebih banyak digunakan pendekatan politis dibandingkan profesional. Kedua,perusahaan harus mampu beradaptasi dalam berbagai keadaan, baik itu dalam keadaan krisis atau kondisi perekonomian normal.” Kemampuan beradaptasi dalam segala keadaan ini yang menentukan sebuah perusahaan apakah mampu bertahan dan tumbuh di saat krisis,”ungkap Rhenald. Ketiga, strategi inovasi dan efisiensi. Artinya dalam kondisi pasar yang tidak stabil, perusahaan harus mampu memotong berbagai anggaran yang dianggap tidak produktif.
Selain itu, diperlukannya penerapan manajemen keuangan konservatif yang didukung sumber daya manusia berpemikiran ke depan. Pengelolaan keuangan konservatif artinya perusahaan harus menyimpan jumlah dana tertentu guna mengantisipasi situasi yang tidak diperkirakan. Untuk itu, dana yang ada bukan hanya dihabiskan untuk fixed asset seperti tanah, bangunan hingga kendaraan, tetapi sebaiknya sebagian dana tersebut ditabung untuk mengantisipasi pasar. ”Utang itu memang per-lu untuk menjalankan roda bisnis,tetapi cashsendiri harus dijaga secara konservatif dan disiplin,”ungkapnya.
Sementara itu, pakar manajemen Universitas Indonesia Alberto Hanani mengungkapkan, perusahaan harus selalu memperhatikan aliran kas (cash flow) yang mereka miliki. Sebab, ketika krisis, perbankan maupun lembaga keuangan akan menjaga likuiditasnya seketat mungkin. Segunung prasyarat serta bunga tinggi menjadi syarat yang harus dipenuhi untuk mencairkan kredit. Hal ini mengakibatkan likuiditas di pasar akan semakin ketat. Keadaan ini cukup bisa dimaklumi.
Pasalnya institusi keuangan adalah institusi yang juga biasanya paling terpukul dengan kondisi financial meltdown di era krisis. Maka, jalan yang paling rasional adalah dengan melakukan pengawasan secara ketat aliran dana kas yang mereka lalui.Jangan sampai dana cadangan hanya digunakan untuk proses-proses yang kurang produktif. Alberto mengingatkan perusahaan harus selalu mengevaluasi fundamental finansial perusahaan. Kas yang dimiliki perusahaan adalah segalanya mengingat kredit maupun pinjaman dipastikan akan semakin langka.
Ditambah lagi sebagian perusahaan juga kehilangan pasarnya karena masyarakat di saat krisis cenderung mengerem belanja.”Jadi perusahaan dengan kas besar akan berpeluang lebih besar,”ungkapnya. Perusahaan juga harus mampu memberi keyakinan kepada pasar bahwa usaha yang dijalankan bisa bertahan.Hal ini dimaksudkan untuk merangsang kepercayaan pasar pada komoditas yang mereka tawarkan. Langkah ini bisa ditempuh dengan tetap menjaga strategi promosi meski sedang dibayangi krisis.
Selain itu, perusahaan juga perlu mengevaluasi keuntungan kompetitif perusahaan dan negosiasi dengan pihak berkepentingan seperti penyuplai dan konsumen serta pihak internal perusahaan. Langkah ini bisa dilakukan dengan menerapkan tarif baru yang lebih kompetitif hingga memperkecil skala penjualannya. ”Kita tidak boleh terlambat melakukan restrukturisasi dan membangun negosiasi ulang kontrak-kontrak,” lanjutnya.
Krisis memang menuntut perusahaan bisa sefleksibel mungkin melakukan terobosan-terobosan bisnis.Mereka dipaksa harus mampu meretas jalan baru guna menambah kepastian bisnisnya tetap berjalan di saat krisis.Namun tidak tertutup kemungkinan, dengan jalan baru tersebut,pihak perusahaan bisa menyulap dari sebuah kesulitan menjadi sebuah kesempatan. (abdul malik/islahuddin/ faizin aslam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar