www.kontan-online.com No. 18, Tahun XI, 5 Februari 2007
Metro
Pasang Harga buat Bekal Musyawarah
Warga Depok menuntut ganti rugi tinggi untuk lahan tol Jagorawi-Cinere
Pembebasan lahan bakal tol Jagorawi-Cinere baru memasuki tahap inventarisasi, namun warga yang bakal tergusur mulai ancang-ancang memasang harga. Pemerintah Kota Depok sedang mempersiapkan tender pemilihan tim penilai independen.
Hasbi Maulana, Suhendra
Sungguh, rencana pembangunan jalan tol di dalam kota ibarat buah simalakama. Sebagian besar orang menyambut antusias rencana seperti itu, namun sebagian warga masyarakat yang lain justru berdebar cemas menanti realisasinya. Yang bergairah tentu berharap ruas tol baru akan membuat akses lalu lintas menjadi semakin lancar. Sebaliknya, para pemilik rumah dan lahan yang bakal tergusur gelisah, bahkan marah, lantaran khawatir tanah atau bangunan mereka bakal dihargai terlalu murah. Persamaan di antara dua golongan itu hanya satu: sama-sama kudu sabar menanti kepastian.
Itu pula yang terjadi pada masyarakat di Depok. Sudahlah, kita tak usah membicarakan warga yang bersukacita lantaran bakal mendapat tol baru Jagorawi-Cinere. Nasib mereka yang akan tergusur lebih layak untuk mendapatkan perhatian. Setelah hampir setahun lalu mendengar kabar bahwa tanah dan rumah mereka bakal tergusur proyek jalan tol, hingga kini mereka belum mendapat kepastian ganti rugi.
Saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Depok masih melakukan inventarisasi. "Panitia P2T sedang melakukan inventarisasi tanah, bangunan, dan tanaman. Saat ini kami sudah melakukannya sepanjang 5 kilometer di seksi satu," kata La Theo Dasilva, Kepala Sub-Bagian Pemerintahan Umum Kota Depok yang menjadi Ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T).
Setelah inventarisasi seluruh lahan selesai nanti, masyarakat yang bakal tergusur bisa terlibat menentukan nasib mereka sendiri. Pemkot Depok akan mengumumkan hasil inventarisasi tanah, bangunan, serta tanaman yang ada. Kalau pengumuman itu tak sesuai dengan fakta lapangan atau data yang mereka miliki, penduduk boleh menyanggahnya. Sayangnya, waktu untuk menyanggah cuma satu minggu. "Proses inventarisasi seksi satu akan selesai pertengahan Februari 2007," tutur Theo.
Itu baru tangga kedua dalam jenjang prosedur penentuan ganti rugi yang cukup panjang. Setelah tak ada persoalan inventarisasi, P2T akan melakukan nominasi di tingkat kelurahan, kecamatan, hingga tingkat walikota. Nominasi adalah pencatatan daftar para calon penerima ganti rugi. Setelah semua beres, baru akan terbentuk forum musyawarah yang akan dihadiri perwakilan masyarakat calon tergusur, P2T, walikota, serta Tim Pengadaan Tanah Departemen Pekerjaan Umum. Di forum itulah pembicaraan soal harga ganti rugi mulai mengemuka. "Walikota akan mendengar masukan dari sebuah tim penaksir independen," kata Theo. "Tim ini akan dipilih melalui tender terbuka, mudah-mudahan Februari nanti," sambungnya.
Tim penaksir tanah independen inilah yang akan mengeluarkan angka taksiran harga tanah penduduk yang bakal dipakai untuk membangun jalur tol sepanjang 14,7 km itu. Tentu saja, angka yang mereka kemukakan belum harga mati. "Semuanya perlu dimusyawarahkan dengan memperhatikan hak kepemilikan tanah, letak secara ekonomis, secara strategis," jelas Theo lagi. Musyawarah hanya membahas harga tanah, sedangkan harga bangunan dan tanaman akan memakai patokan ganti rugi yang sudah berlaku di Depok.
Hasil musyawarah itulah yang akan dipakai sebagai patokan ganti rugi. "Selama ini kita menetapkan ganti rugi berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) wilayah bersangkutan. Kami tidak bisa melakukan ganti untung," tandas Hisnu Pawenang, Ketua Badan Pengelola Jalan Tol. Terhadap tanah yang memiliki harga pasar di atas NJOP, menurut Hisnu, biasanya pemerintah menggunakan rumus NJOP ditambah harga pasar, lalu dibagi dua.
Warga membentuk tim negosiator
Bagaimana kalau musyawarah tak menghasilkan kesepakatan? Apa boleh buat, pemerintah akan memanfaatkan kekuatan yang ada pada Peraturan Presiden Nomor 36 jo 65 tahun 2006. "Kemungkinan akan ada pencabutan hak atas tanah atau melakukan penitipan uang di pengadilan negeri," kata Theo. Mari kita berdoa jangan sampai itu terjadi.
Tapi, seberapa besar kemungkinan tercapai titik temu antara masyarakat dan Pemkot Depok dalam menentukan harga tanah nanti? Entahlah. Yang jelas, sebagian masyarakat yang bakal tergusur sudah pasang harga. "Kami, sih, inginnya harga yang layak, syukur-syukur bisa mencapai Rp 3 juta per meter persegi. Jangan sampai setelah tergusur kami tidak bisa membeli tanah lagi," kata Bonin, seorang warga Kelurahan Harjamukti. Harga pasaran tanah di sekitarnya, menurut Bonin, antara Rp 500.000 per m2 Rp 1 juta per m2. "Harga lebih tinggi agar memberi kompensasi bagi warga yang lokasinya strategis secara ekonomis," sambung Bonin.
Tak semua warga sudah menghitung-hitung duit yang bakal mereka kantongi. Masyarakat di Kelurahan Cisalak Pasar, misalnya, masih keberatan jalur tol Jagorawi-Cinere nanti bakal menggusur mereka. "Sebenarnya kami keberatan karena tanah ini tanah kelahiran saya," kata Aminah. Maryati juga menyampaikan nada yang sama, hanya alasannya sungguh logis. "Tempat tinggal kami sudah sangat strategis. Selain dekat jalan raya juga dekat dengan pasar," katanya. Sesuai dengan namanya, wilayah Cisalak Pasar memang berbatasan langsung dengan Jalan Raya Bogor dan Pasar Cisalak yang ramai.
Persiapan yang lebih matang tampak dilakukan warga Blok EE Raffles Hills. Penduduk yang rumahnya bakal tergusur sudah membentuk tim negosiator. Tim khusus itulah yang nanti mewakili warga merundingkan harga tanah mereka. Sayangnya, tim ini bersikap hati-hati. Cherry, salah seorang anggota tim yang ditemui KONTAN, terkesan enggan berbicara banyak. "Belum tahu ya, nanti kita tunggu saja. Kami akan mengeluarkan press release," katanya.
Seorang warga setempat yang enggan disebut identitasnya mengaku bahwa umumnya masyarakat di sana menginginkan harga di atas Rp 5 juta per m2. "Beberapa tahun lalu saya beli dengan harga masih Rp 1,1 juta, tapi sekarang NJOP-nya Rp 1,2 juta. Harga pasaran sekitar Rp 1, 3 juta sampai Rp 1, 5 juta," katanya. Lantas dari mana angka Rp 5 juta berasal? "Kerugian yang kami tanggung bukan hanya material, namun juga kerugian imaterial. Kenyamanan kami sangat terganggu dengan adanya proyek ini," tandasnya.
Fuad Hasan, warga Raffles Hills di Blok EE 1/29, bertutur lebih lugas. "Saya, sih, ingin harga tanah nanti di atas Rp 5 jutaan, lah. Ya antara Rp 6 juta sampai Rp 7 juta per meter. Lagian kenapa, sih, pemerintah memilih jalur perumahan elite? Ganti ruginya mahal," katanya.
Ya, moga-moga, kelak tak ada aksi blokade jalan tol karena ganti rugi yang belum beres.
+++++
Sudah Ada Patokan Harga Tanaman dan Bangunan
Berbeda dengan harga tanah, masyarakat tak bisa tawar menawar ganti rugi untuk tanaman dan bangunan. Kami berpatokan pada SK Walikota Depok yang diperbarui setiap dua tahun sekali," kata Nuraeni Widayatti, Kepala Bidang Tanaman, Dinas Pertanian Depok.
Berdasar hasil pantauan di lapangan, tanaman masyarakat warga Depok lebih banyak berupa rambutan dan belimbing. Harga ganti rugi pohon rambutan antara Rp 30.000 sampai Rp 350.000, sedangkan harga ganti rugi belimbing antara Rp 30.000 hingga Rp 432.000 per pohon. "Harga pastinya, biasanya kami meminta masukan dari pemilik. Umumya, sih, kami setuju-setuju saja asalkan sesuai dengan kenyataan," tuturnya.
Adapun penentuan besar ganti rugi bangunan tak sesederhana itu. "Kami memiliki harga-harga satuan yang nantinya dimasukkan dalam format-format harga taksiran," kata Rinza Ekoyanto, Kepala Bidang Tata Bangunan, Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Depok. Rumus hitungannya cukup rumit, selain disesuaikan dengan materi bangunan juga memperhitungkan umur bangunan. Contohnya, harga ganti rugi marmer Citatah Rp 455.000 per m2. Itu belum termasuk penyusutan nilai yang besarnya bisa mencapai 2% per tahun.
www.kontan-online.com
Sabtu, 13 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar