Kekayaan Negara
Aktivitas Penilaian Properti Masih Bersifat Sektoral
Senin, 11 Juni 2007
YOGYAKARTA, KOMPAS - Nilai pasar properti yang menjadi nilai tunggal atau single value for multipurposes diperlukan untuk memfasilitasi berbagai kepentingan penilaian properti. Hasil penilaian sendiri akan bermanfaat dalam penentuan nilai aset yang akan menjadi data dasar pengambilan kebijakan.
Dalam Seminar Nasional "Pentingnya Penguatan Institusi Penilaian dan Penyusunan Rancangan Undang-Undang Penilaian di Indonesia: Realitas Masa Kini dan Tantangan Masa Mendatang" di Hotel Hyatt Regency, Sabtu (9/6), Direktur Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan RI Hadiyanto mengungkapkan, single value for multipurposes (SVMP) diperlukan karena banyak instansi pemerintah yang melakukan aktivitas penilaian properti dan sampai saat ini penilaian-penilaian tersebut masih bersifat sektoral.
"Penilaian properti selama ini masih menggunakan metode yang sangat sederhana, terkadang hanya sekadar mengukur fisik properti saja," kata Hadiyanto. Penilaian pun masih bersifat sektoral karena dilakukan dengan tujuan dan hasil penilaian yang berbeda-beda, sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Hadiyanto menambahkan, Indonesia juga masih menghadapi tantangan keterbatasan penyediaan data untuk kepentingan penilaian. "Informasi harga transaksi atau penawaran dari penjual, pembeli, broker, agen, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah kuantitasnya masih terbatas. Informasi itu juga tidak transparan dan sulit diakses," ungkapnya mencontohkan.
Independen
Selain itu, sampai saat ini belum ada lembaga independen yang menilai, mengelola, dan menyediakan informasi mengenai Nilai Pasar Properti. Padahal, informasi-informasi ini akan sangat bermanfaat mewujudkan basis data nilai untuk berbagai kepentingan atau value database for multipurposes (VDMP). VDMP sendiri diharapkan dapat menjadi tolok ukur atau benchmark berbagai kepentingan penilaian aset.
Apalagi, jumlah dan jenis kekayaan negara tersebar di seluruh Indonesia. Kekayaan negara sebagai representasi kepentingan publik juga akan mengakibatkan nilai kekayaan negara menjadi representasi publik.
Sementara itu, dosen Magister Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Insukindro mengingatkan penilaian kekayaan negara dan daerah tidak bisa dilakukan hanya dengan satu metode saja. Ia memaparkan pendekatan triangulasi yang mempertimbangkan risiko, ketersediaan bahan, dan informasi terkait pasar. (AB3)
Sabtu, 13 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar